Site icon Riau Pos

Gugatan Praperadilan Habib Rizieq Ditolak

gugatan-praperadilan-habib-rizieq-ditolak

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Hakim Akhmad Sahyuti menolak gugatan praperadilan yang diajukan kuasa hukum Habib Rizieq Shihab, Selasa (12/1). Dengan itu, penyelidikan dan penyidikan kasus kerumunan dengan tersangka Habib Rizieq dinyatakan sah secara hukum. Dalam persidangan Hakim Akhmad menuturkan bahwa pengadilan menolak permohonan praperadilan dari pemohon kuasa hukum Habib Rizieq secara keseluruhan. Hal itu dikarenakan rangkaian penyidikan yang dilakukan kepolisian terkait kerumunan di rumah Habib Rizieq adalah sah.

"Dalam meningkatkan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan sudah sesuai aturan," ujarnya.

Terdapat sejumlah pertimbangan hakim dalam kasus tersebut. Di antaranya, dari alat bukti saksi dan ahli serta alat bukti lainnya, hakim meyakini bahwa penetapan tersangka didasari oleh alat bukti yang sah. "Sebelum menetapkan tersangka, penyidik telah memperoleh bukti-bukti dan keterangan saksi ahli," terangnya kemarin.

Pertimbangan selanjutnya, berdasarkan keterangan saksi ahli memang diketahui adanya suatu pidana melawan hukum atau tidak mematuhi kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan masalah kedaruratan kesehatan. "Apa yang diajukan pemohon tidak beralasan," urainya. Tak hanya itu, hakim juga menyoroti soal ketidakhadiran Habib Rizieq sebanyak dua kali saat dipanggil oleh penyidik. Padahal, pemohon wajib untuk datang. Dalam aturannya, bila dipanggilan pertama tidak datang, maka dipanggil untuk kali kedua. "Panggilan kedua tidak dipenuhi, kewajiban keluarga membawa yang bersangkutan ke hadapan penyidik," tuturnya.

Terkait penyitaan alat bukti, Hakim Akhmad menuturkan bahwa sebelum melakukan penyitaan, penyidik telah mendapatkan izin dari pengadilan. "Penyitaan barang bukti telah sesuai dengan prosedur," jelasnya.

Sementara Kuasa Hukum Habib Rizieq, Alamsyah Hanafiah menuturkan bahwa putusan hakim tersebut telah mengubah asas hukum. Dari asa hukum lex specialis digabungkan dengan asas hukum generalis. "Hakim mencampurnya, kan ini yang generalis KUHP, lalu yang specialis UU kekarantinaan. Harusnya yang dipakai yang kekerantinaan. Ini menyesatkan," tuturnya.(idr/jpg)

 

Exit mobile version