Site icon Riau Pos

DPRD Dalami Rekomendasi MA soal RTRW

dprd-dalami-rekomendasi-ma-soal-rtrw

(RIAUPOS.CO) – Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan Wahana lingkungan hidup (Walhi) Riau tentang Rencana tata Ruang Wilayah (RTRW) 2018-2023. Keputusan itu dituangkan kedalam putusan MA No. 63 P/HUM/2019. Maka dari itu, sejumlah organisasi aktivis lingkungan mendesak agar Gubernur Riau segera mencabut beberapa pasal yang ada dalam perda tersebut.

Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Riau Yulisman menyebut bahwa pihaknya bakal mendalami putusan serta rekomendasi MA terkait perda RTRW Riau yang telah disahkan beberapa tahun lalu. ”Nanti akan kami dalami terlebih dahulu. Mana saja pasal yang masuk ke dalam rekomendasi MA. Tentu butuh waktu juga,” sebut Yulisman kepada Riau Pos, Sabtu (30/1).

Selain itu, pihaknya juga bakal melakukan pembahasan secara intensif bersama para pihak terkait. Salah satunya adalah Bapemperda DPRD Riau. Termasuk nantinya pelibatan unsur masyarakat dan aktivis lingkungan. ”Nanti akan kami undang semua. Termasuk teman-teman dari aktivis lingkungan,” sambungnya.

Diketahui sebelumnya, Jikalahari dan Walhi Riau mendesak Gubernur Riau dan DPRD Provinsi Riau segera mencabut Pasal 1 angka 69, Pasal 23 ayat (4), Pasal 38 ayat (1) dan (2), Pasal 46 ayat (2) huruf c, d dan e, dan Pasal 71 ayat (1) dan (2) Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Riau No.10/2018 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau Tahun 2018-2038. Desakan itu disampaikan Jikalahari dan Walhi pasca adanya putusan Mahkamah Agung Nomor 63 P/HUM/2019.

“Putusan ini bukti Gubernur Riau dan DPRD 2014-2019 memaksakan kehendak dengan terburu-buru menetapkan Perda RTRWP Riau 2018-2038, menutup ruang partisipasi publik dan menguntungkan cukong dan korporasi yang selama ini merusak hutan tanah, dalam Pola Ruang RTRWP Riau,” kata Koordinator Jikalahari, Made Ali.

Lebih jauh disampaikan dia, Jikalahari dan Walhi Riau menemukan Perda RTRW Riau bertentangan dengan aturan sektoral lainnya. Pertama, Perda 10 Tahun 2018 mengalokasikan kawasan lindung gambut seluas 21.615 ha (0,43 persen) dari 4.972.482 ha lahan gambut di Riau sangat jauh dibawah ketentuan PP No. 71 Tahun 2014 jo. PP No. 57 Tahun 2016 tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut.

Dimana provinsi harus mengalokasikan minimal 30 persen menjadi kawasan lindung. Hal tersebut juga bertentangan dengan  SK 130/MENLHK/Setjen/PKL.0/2/2017 tentang penetapan peta fungsi ekosistem gambut nasional. Dimana Riau ditetapkan fungsi lindung seluas 2.378.108 ha.

“Kedua, usulan perhutanan sosial seluas 112.330 Ha di Riau belum ditindaklanjuti Dirjen PSKL dengan alasan Perda RTRW Riau ha usulan perhutanan sosial harus mendapat rekomendasi dari DPRD Riau. Padahal merujuk UU 41 No 1999 tentang Kehutanan jo Permen LHK No 83 Tahun 2016 tentang perhutanan sosial izin PS kewenangan MenLHK. Tidak membutuhkan rekomendasi gubernur dan pembahasan bersama DPRD,” terang Made.

Selanjutnya, pihaknya merasa dengan Perda RTRW tersebut telah mengambil kewenangan menteri LHK berupa mempersempit kewenangan Menteri LHK atas kawasan hutan. Perda RTRWP Riau mengalokasikan 405.874 ha kawasan hutan kedalam outline. Padahal, sambungnya, perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan merupakan otoritas menteri LHK yang tidak dibatasi oleh outline selama itu berada dalam kawasan hutan merujuk pada UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan Jo PP No 104 tahun 2015 tentang Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan.

“Terakhir, Perda 10 tahun 2018 tidak diterbitkan berdasarkan KLHS yang telah diberikan persetujuan validasi oleh KLHK,” tuntasnya.(nda)

Laporan AFIAT ANANDA, Pekanbaru

 

Exit mobile version