Site icon Riau Pos

Vaksinasi Rutin untuk Anak Tetap Perlu Harus Berjarak Minimal Dua Pekan

vaksinasi-rutin-untuk-anak-tetap-perlu-harus-berjarak-minimal-dua-pekan

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Presiden Joko Widodo meninjau vaksinasi Covid-19 anak usia 6-11 tahun, kemarin (15/12). Acara ini dihelat di SDN Cideng, Jakarta. Jokowi minta agar vaksinasi rutin tetap digalakkan.  

"Di seluruh Indonesia ini ada kurang lebih 26,5 juta anak-anak yang harus kita vaksin dan khusus di Jakarta ada 1,2 juta anak," ujar Jokowi. Dia berharap kegiatan serupa bisa dilakukan di provinsi lain.

"Anak-anak kita juga harus mendapatkan imunisasi untuk penyakit yang lain," ujarnya.

Aturan menurutnya harus diselesaikan segera dan disosialisasi hingga tingkat dinas kesehatan. Pelaksanaan vaksinasi bagi anak ini dilakukan berdasarkan rekomendasi dari Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (ITAGI) melalui surat nomor 166/ITAGI/Adm/XII/2021 tanggal 9 Desember 2021 perihal kajian vaksinasi Covid-19 pada anak usia 6-11 tahun. Menteri Kesehatan juga telah mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (KMK) Nomor HK.01.07./MENKES/6688/2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Bagi Anak Usia 6 (Enam) Sampai Dengan 11 (Sebelas) Tahun.

Ketua ITAGI Sri Rezeki menyatakan vaksinasi Covid-19 boleh diganakan dengan vaksin rutin. Sebab vaksin Sinovac yang digunakan merupakan vaksin inactivated. Sama dengan vaksin rutin yang dipakai untuk anak.

"Karena ini vaksin baru, kita belum tahu KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi)," ujarnya. Takutnya jika ada kejadikan KIPI, tidak bisa teridentifikasi vaksin mana yang sebenarnya memiliki reaksi KIPI.

Keraguan ini akhirnya menimbulkan solusi jarak penyuntikan. ITAGI merekomendasikan anak yang divaksin rutin harus berjarak dua minggu untuk mendapatkan vaksin Covid-19. Begitu juga sebaliknya.

Sejauh ini vaksinasi anak menggunakan Sinovac. Sri menyatakan ada kemungkinan vaksin lain, yaknik Pfizer. Sebab vaksin jenis ini sedang melakukan uji klinis untuk anak. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pun tengah mengkaji hal ini.

Pemberian vaksinasi anak-anak ini didorong juga oleh DPR. Ketua DPR Puan Maharani berharap bukan hanya instansi pemerintah saja yang proaktif mensosialisasikan vaksinasi usia 6-11 tahun. Melainkan orangtua juga ikut andil mendorong dan memberi dukungan untuk anak-anaknya.

Puan meyakini peran orangtua sangat signifikan agar anak-anak tidak takut untuk divaksin. Tetapi sebelumnya, orangtua juga harus memiliki pemahaman yang tepat tentang vaksin. Ia meyakinkan pada orangtua bahwa vaksin yang disediakan pemerintah aman.

“Vaksin sudah melalui serangkaian uji klinis dan dipastikan aman serta bermanfaat karena bisa merangsang kekebalan anak terhadap virus Covid-19," terang Puan kemarin.

Selain pemahaman tentang vaksin itu sendiri, orangtua diharapkan meng-update informasi tentang titik-titik terdekat untuk menerima vaksinasi bagi anak-anak mereka. Selain itu, orang tua juga turut andil memastikan kondisi anak fit sebelum menerima vaksin.

Hal ini untuk meminimalisasi munculnya keluhan atau KIPI. KIPI sendiri sebenarnya tak perlu dikhawatirkan karena umumnya efek pada anak setelah vaksin tak berbeda seperti menerima imunisasi.

"Anak-anak harus beristirahat cukup, buat anak tidur lebih cepat pada malam sebelum divaksin dan jangan lupa memberikan anak sarapan ketika hendak divaksin. Sampaikan juga riwayat klinis anak kepada petugas vaksinasi," lanjutnya.

Apabila orangtua masih khawatir dengan KIPI atau anaknya mengalami KIPI, orangtua dapat melapor ke puskesmas terdekat.

Minta Masyarakat Tak Jemawa
Keberhasilan penanganan pandemi Covid-19 lagi-lagi mendapat pujian dunia. Kali ini, apresiasi datang dari Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat Antony Blinken saat melakukan pertemuan dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.

Luhut mengatakan, dalam pertemuan tersebut Blinken terperangah atas capaian Indonesia. Baik dalam penanganan pandemi Covid-19 hingga upaya menjaga perekonomian saat pandemi.

"Kita dipuji seluruh dunia, Antony Blinken juga menyampaikaan apresiasinya bahwa Indonesia bisa melakukannya," ungkapnya dalam webinar daring, kemarin (15/12).

Diakuinya, kasus penularan Covid-19 bisa dijaga ketat melalui kebijakan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang diambil pemerintah. Rekor, dalam 152 hari kasus positif Covid-19 berhasil ditekan tanpa kenaikan masif. Positivity rate juga rendah, nyaris di bawa 1 persen. Melihat hal ini, ia berharap pada Junuari 2022, pandemi sudah bisa berubah menjadi endemi.

"Tapi kita tidak boleh jemawa. Kita terus monitor day by day, bukan mingguan bersama satgas," ungkapnya.

Pengawasan ini juga dilakukan terhadap varian Omicron yang sedang “mengamuk" di sejumlah negara. Mulai dari tingkat keparahan hingga efikasi vaksin Covid-19 yang ada terhadap varian baru tersebut. Menurutnya, dari data yang ada tingkat keparahan infeksi Omicron rendah. Ini terlihat dari perwatan di rumah sakit yang rendah maupun tingkat kematian yang rendah. Kemudian, di Afrika Selatan diketahui efikasi Pfizer hanya mencapai 22,5 persen tapi mampu menahan gejala berat. Lalu di UK diketahui bahwa booster vaksin Pfizer dan Astrazenecca berhasil menaikkan perlindungan hingga 70-75 persen.

Kendati demikian, pemerintah tak ingin mengambil risiko masuknya varian baru ini ke Indonesia. hingga bisa menyebabkan penularan seperti varian Delta pada Juli lalu.

"Kita tetap berjaga-jaga. Sekarang dengan kita mengetatkan orang masuk dari luar negeri, kita nggak mau Omicron masuk," tegasnya.

Luhut menekankan, pemerintah tak kaku soal kebijakan dalam penanganan pandemi. Termasuk soal karantina. Pernah ada diskresi-diskresi yang diberikan namun tetap dengan perhitungan secara matang. Misalnya, dalam kegiatan G20 di Bali untuk para perwakilan negara-negara sahabat yang datang.

Tapi dia enggan jika hal ini kemudian disebut plin-plan. Menurutnya, pemerintah mengota-atik kebijakan berlandaskan basis data kesehatan yang ada. Selain itu, ada simulasi yang juga dibuat oleh para ahli epedemiologi. "Jangan katakan pemerintah gak konsisten. Apanya gak konsisten, lihat gak datanya," keluhnya.

Dalam kesempatan tersebut, ia juga menyinggung soal persiapan mengahadapi libur Natal dan Tahun Baru (nataru). Dia meyakinkan, pemerintah sudah lebih siap. Mulai dari sisi testing, tracing, hingga vaksinasi yang terus dikejar. Termasuk, dimulainya vaksinasi anak usia 6-11 tahun dan segera dimuainya program vaksinasi booster yang akan dimulai awal tahun depan.(wan/mia/deb/lyn/ted)

Laporan JPG, Jakarta

Exit mobile version