Site icon Riau Pos

Harta Frist Tarvel Dilelang Masuk Kas Negara, Korban Kecewa

Aparat kepolisian menggeledah kantor First Travel ketika itu baru mencuat pada Agustus 2017. (Miftahulhayat/Jawa Pos)

JAKARTA(RIAUPOS.CO) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Depok segera melelang barang sitaan dari kasus penipuan umrah First Travel (FT). Sebanyak 72.682 korban penipuan bakal gigit jari. Sebab, uang hasil lelang itu ternyata dimasukkan ke kas negara, bukan untuk membayar ganti rugi korban.

Kabar itu sontak mendapatkan respons negatif dari para korban penipuan. Salah satunya disampaikan oleh Victorianus L. Maitimo. Warga Surabaya itu bersama lebih dari 90 orang lainnya menjadi korban First Travel dari kantor cabang Sidoarjo. ”Ya jelas kecewa,” katanya kemarin (14/11). Dia merasa agak aneh dengan putusan tersebut.

Sebab, yang dihimpun FT merupakan uang rakyat. Uang umat Islam yang ingin menjalankan umrah melalui FT yang saat itu mendapatkan izin resmi dari Kementerian Agama (Kemenag).

Dia menegaskan, dalam kasus penipuan FT, negara sama sekali tidak dirugikan. Berbeda dengan kasus korupsi anggaran negara, wajar jika kemudian uangnya kembali ke kas negara. Victor menceritakan, jamaah FT melaporkan kasus itu ke negara karena merasa ditipu. Kemudian, negara melalui aparat penegak hukum membantu masyarakat. Sampai akhirnya pemilik FT dijatuhi sanksi. ”Kalau asetnya dilelang, uangnya itu, harapannya, bisa dikembalikan ke jamaah,” jelasnya.

Kasus penipuan FT itu mencuat pada 2017. FT dikenal sebagai biro travel umrah resmi yang mematok tarif di bawah rata-rata. Dengan hanya membayar sekitar Rp14,3 juta, calon jamaah dijanjikan bisa menjalankan ibadah umrah. Ternyata, akhirnya puluhan ribu orang itu tidak bisa diberangkatkan. Uangnya ludes. Diperkirakan, uang yang dikeruk FT dari masyarakat sekitar Rp 1 triliun.

Putusan kejari itu belum disikapi secara tegas oleh Kejaksaan Agung. Jawa Pos meminta konfirmasi soal putusan tersebut. ”Belum terkonfirmasi,” jelas Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Mukri kemarin.
Sementara itu, informasi dari Kejari Depok, pelelangan barang bukti tersebut belum dimulai. Untuk pelelangan barang sitaan, institusi penegak hukum seperti Kejagung berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.06/2018. Ada beberapa jenis prosedur pelelangan yang diatur dalam pasal 4 berdasar status kepemilikan barang sitaan.

Di antaranya, pemilik barang atau yang berhak atas barang tersebut tidak ditemukan. Namun, Kajari Depok sebelumnya menjelaskan bahwa pihaknya mengeluarkan putusan untuk tidak mengembalikan barang rampasan kepada korban karena khawatir pembagian tidak jelas antara ribuan korban.

Editor : Deslina
Sumber: Jawapos.com

Exit mobile version