Site icon Riau Pos

Mayoritas OTG Belum Tertangani

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — KASUS positif Covid-19 belum juga melandai di Provinsi Riau. Bahkan penularan semakin liar. Yang paling dominan terinfeksi adalah masyarakat umum. Meski begitu hampir semua profesi sudah terpapar virus yang bermula dari Wuhan, Cina itu. Baik itu tenaga kesehatan seperti dokter dan perawat, PNS, karyawan swasta, BUMN, bank, Polri/TNI, mahasiswa/pelajar, pengangguran hingga ibu rumah tangga (IRT).

Penambahan luar biasa terjadi selama bulan September. Tercatat selama satu bulan itu saja mencapai 5.819 kasus baru. Tiga kali lipat lebih dari kasus Maret-Agustus yang totalnya hanya 1.843 kasus. Hingga Senin (4/10), kasus positif di Riau mencapai 8.701 dengan rincian 5.257 sembuh, 3.245 dirawat, dan 182 orang meninggal. Jika tidak bisa dikendalikan, pertengahan bulan ini kasus positif di Bumi Lancang Kuning bisa tembus 10 ribu.

Orang tanpa gejala (OTG) yang menjalani perawatan mandiri masih mengambil porsi paling besar dari keseluruhan kasus positif Covid-19. Namun, penanganan terhadap OTG agar cepat tesnya negatif dan menjaga agar tidak menjadi carrier dinilai kurang maksimal. Buktinya, Data Dinas Kesehatan Provinsi Riau hingga Ahad (4/10), pasien positif yang masih menjalani isolasi mandiri sebanyak 2.215 orang. Sementara yang dirawat di rumah sakit 1.030 orang.

Dari jumlah itu, sebagian besar berada di Kota Pekanbaru. Data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kota Pekanbaru, Ahad (4/10), kasus konfirmasi positif 4.141 orang. Untuk kasus positif konfirmasi isolasi mandiri 1.414 kasus. Sedangkan kasus konfirmasi isolasi di rumah sakit 1.106 kasus. Sisanya selesai isolasi mandiri dan sembuh 1.026 orang dan yang selesai menjalani perawatan dan sembuh 517 orang dan meninggal 78 orang.

Dari data di atas, kasus terkonfirmasi positif yang menjalani isolasi mandiri berjumlah 1.414 kasus  lebih banyak dibandingkan yang saat ini menjalani perawatan di rumah sakit. Yakni untuk isolasi rumah sakit berjumlah 1.106 kasus. Kondisi saat ini di Pekanbaru, OTG positif Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri di fasilitas pemerintah sekitar 10 persen dari total OTG aktif tersebut. Salah satu buktinya, di Rusunawa Rejosari yang berkapasitas 300 lebih tempat tidur, hanya diisi 22 orang.

Untuk diketahui, untuk OTG di Pekanbaru ada beberapa lokasi yang disiapkan dan ini adalah fasilitas yang bukan rumah sakit. Yakni Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Rejosari yang disebut rumah sehat milik Pemko Pekanbaru. Lalu Balai Diklat BPSDM di Jalan Ronggowarsito milik Pemerintah Provinsi Riau. Terakhir, lokasi yang juga digunakan adalah Bapelkes di Kecamatan Tampan yang merawat delapan OTG.

Yang menjadi permasalahan saat ini adalah tidak adanya tindakan tegas dan paksaan untuk mengisolasi OTG dan mengawasinya hingga tidak menimbulkan penularan baru. Kondisi ini yang banyak dikeluhkan.

Namun di sisi lain, Wali Kota (Wako) Pekanbaru Dr H Firdaus ST MT masih mengharapkan kesadaran masyarakat untuk mendatangi fasilitas pemerintah jika kondisi rumah dalam menjalani isolasi mandiri tidak memungkinkan. Wako mengatakan, apapun tingkat risikonya, baik OTG maupun bergejala dia mengharapkan adanya kedisiplinan dalam menjalani perawatan.

"Intinya, apapun tingkatannya punya risiko. Kita harapkan kesadaran menjaga diri agar tidak terinfeksi," ucap Firdaus, Senin (5/10).

Dia melanjutkan, bagi yang sudah positif harus  melaksanakan isolasi dengan benar. Pemko Pekanbaru disebutnya sudah menyiapkan fasilitas untuk melakukan isolasi mandiri.

"Sayangi diri, sayangi kesehatan. Bagi menengah ke bawah agar asupan gizi bagus kita siapkan rumah isolasi. Gratis. Nanti dari hasil tes saran medis masuk ke tempat isolasi pemerintah. Tidak bayar," imbuhnya.

Riau Pos menanyakan, apakah tidak ada upaya Pemko Pekanbaru menurunkan tim menjemput OTG aktif saat ini untuk dibawa ke fasilitas isolasi milik Pemko Pekanbaru. Mengingat Wako Pekanbaru beberapa waktu lalu pernah menyampaikan untuk tidak dibenarkan lagi dilakukan isolasi mandiri di rumah karena cenderung tidak disiplin dan sulit dipantau. Ditambah lagi, dari pantauan Diskes Pekanbaru pada Agustus lalu, dari 60 klaster penularan, mayoritas terjadi di rumah tangga, yakni 37 klaster.

Menjawab ini, Firdaus menyebut pihaknya akan menggunakan aplikasi yang dibuat oleh jajarannya. Namun hingga kemarin belum diketahui secara detail bentuk dan sistem kerja aplikasi tersebut.

"Makanya akan kami gunakan aplikasi untuk memantau pasien yang terpapar. Nanti dari informasi itu, misalnya ekonominya susah, rumah tidak standar untuk isolasi. Mau tidak mau kita jemput. Ini tinggal lagi diterapkan saja," urainya.

Kondisi penanganan yang sama juga terjadi di tingkat provinsi. Di tengah penularan tinggi dan liar dengan banyaknya OTG, Pemerintah Provinsi lebih banyak fokus pada program penanganan terhadap pasien yang sudah terpapar. Ini bisa dilihat dengan langkah yang diambil dengan menambah alat PCR untuk mempercepat pemeriksaan sampel swab. Penambahan alat tersebut sudah diajukan ke BNPB, dan sudah disetujui sehingga tinggal menunggu kedatangan alatnya saja.

"In sya Allah akan datang bantuan alat PCR dari BNPB untuk menambah kekuatan supaya kita nantinya melakukan pemeriksaan sampel swab terhadap masyarakat tidak ada kendala lagi," katanya.

Dengan adanya tambahan alat PCR tersebut, pihaknya juga akan menambah petugas yang akan bekerja mengoperasikan alat PCR tersebut. Hal tersebut agar target pemeriksaan sampel swab bisa tercapai. "Saya sudah panggil kepala dinas kesehatan dan direktur rumah sakit agar menambah tenaga kesehatan. Termasuk menambah ruangan untuk laboratorium biomolekuler," sebutnya.

Langkah lainnya, dengan menambah kapasitas ruang perawatan bagi pasien positif yang bergejala. Penambahan kapasitas tersebut dilakukan di rumah sakit yakni dalam hal penambahan ruang ICU.

Dijelaskan Gubri, saat ini tingkat penularan pasien positif Covid-19 di Riau lebih banyak didominasi oleh pasien yang tak bergejala atau OTG. Karena secara kasat mata, pasien OTG ini sulit untuk dideteksi.

Namun, penanganan untuk OTG ini yang belum maksimal. Hotel dan tempat yang disiapkan belum sepenuhnya termanfaatkan. Ini bisa dibuktikan dengan angka 2.215 pasien OTG yang menjalani isolasi mandiri. Padahal ini bisa menjadi sumber penularan kalau tidak diawasi dengan baik agar pasien OTG mematuhi protokol isolasi mandiri.

Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Riau Mimi Yuliani Nazir mengatakan, masih tingginya angka penambahan pasien positif Covid-19 di Riau saat ini disebabkan beberapa faktor. Di antaranya terjadinya transmisi dari pasien Covid-19 yang melakukan isolasi mandiri dari rumah yang tidak efektif. Karena banyak pasien yang melakukan isolasi mandiri masih mengabaikan protokol kesehatan.

"Ini karena pasien merasa bebas jika di rumah, sehingga abai terhadap protokol kesehatan dan akhirnya terjadi transimisi lokal ke keluarga yang lain," sebutnya.

Selanjutnya, ujar Mimi, dikarenakan adanya kesadaran masyarakat untuk melakukan swab mandiri di rumah sakit swasta. Hal tersebut, kemungkinan dilakukan untuk persyaratan dari perjalanan bisnisnya kemudian ada juga murni untuk mengetahui kondisi fisiknya.

"Faktor lainnya yakni memang betul-betul ada gejala Covid-19. Sehingga pasien tersebut dirawat, dan ketika dilakukan swab hasilnya positif Covid-19," ujarnya.

Faktor selanjutnya yakni, gencarnya pemerintah untuk melakukan swab massal di perkantoran yang bertujuan untuk melakukan tracing kontak dari pasien-pasien positif sebelumnya. Dan yang terakhir yakni masyarakat masih mengabaikan protokol kesehatan. Terutama dalam hal penggunaan masker. "Menjalankan protokol kesehatan seperti penggunaan masker tidak hanya melindungi diri sendiri tapi juga orang lain. Untuk itu mari saling melindungi," ajaknya.(hsb/esi/amn/ali/wir/mng/kas/epp/yas/end/sol/nda/yus/p/dof)

Exit mobile version