Site icon Riau Pos

Perang Balkan dan Kisah Pilu Luka Modric

Masa kecil yang buruk karena perang tak mematikan bakat besar yang dimiliki Luka Modric. Perang Balkan yang membunuh kakeknya di depan matanya, membuatnya nyaris menyerah sebagai pesepakbola.

LUKA Modric merupakan salah satu pesepakbola yang sukses di kancah internasional. Bersama Real Madrid, Modric menjelma menjadi salah satu gelandang terbaik di dunia. Namun tak banyak yang tahu bahwa Modric ternyata memiliki masa lalu yang cukup pilu.

Ia merupakan salah satu korban perang Balkan di tahun 1991. Perang Balkan merupakan sebuah perang etnis antara suku yang mendiami Republik Federal Sosialis Yugoslavia. Dinamakan Perang Balkan karena peperangan ini terjadi di Semenanjung Balkan. Perang ini berciri konflik rasisme yang mengakibatkan terjadinya kejahatan perang dan pembersihan etnis besar-besaran.

 Modric merupakan salah satu saksi atas kekejaman perang tersebut, dimana sang kakek yang merupakan seorang warga sipil, dibunuh oleh milisi etnis Serbia di dekat rumahnya.

Modric terpaksa harus mengungsi ke Kota Zadar, masih wilayah Kroasia, mereka harus melalui hari-hari menyedihkan tanpa adanya listrik dan air bersih.

"Kami hidup mengungsi selama bertahun-tahun sekaligus mencari nafkah. Tetapi saya selalu mencintai sepakbola. Saya ingat bantalan tulang kering yang saya kenakan bergambar Ronaldo dari Brazil, dan saya sangat mengaguminya," kata Luka Modric kepada The Sun.

Di usia 16 tahun akhirnya Modric diterima untuk bergabung di Dinamo Zagreb setelah menunjukkan performa yang baik selama bermain untuk skuat muda NK Zadar.

Setelah satu musim bersama tim muda Dinamo Zagreb, pada 2003 ia dipinjamkan ke Zrinjski Mostar unttuk bermain di turnamen Premier League of Bosnia and Herzegovina. Selama kontrak peminjaman tersebut, Modric menunjukkan gaya bermain yang memukau dan mendapatkan gelar Bosnian and Herzegovinian League Player of the Year di usia 18 tahun.

Di tahun berikutnya, ia kembali dipinjamkan ke Inter Zapresic yang bermarkas di negara asalnya. Ia bermain selama satu musim untuk Inter Zapresic dan mengantarkan klub tersebut menduduki posisi kedua di klasemen liga pertama Kroasia, juga memastikan posisi Inter Zapresic untuk tampil di babak penyisihan turnamen UEFA Cup. 

Pada tahun 2004 Modric juga dianugerahi penghargaan Croatian Football Hope of the Year. Kemudian ia kembali ke Zagreb pada tahun 2005.

Di tahun 2005, Modric memutuskan untuk menandatangani kontrak dengan masa panjang yakni 10 tahun bergabung bersama Dinamo Zagreb. Modric menunjukkan karir yang cemerlang selama enam tahun bergabung dalam Dinamo Zagreb, mencetak 31 gol dan berkontribusi cukup besar pada musim 2007-2008 saat Dinamo menjadi juara Croatian Cup.

Modric setuju untuk ditransfer ke Tottenham Hotspur pada April 2008 dan menandatangani kontrak enam tahun dengan manajemen tim. Selama bermain untuk Hotspur, ia sering diturunkan sebagai playmaker di posisi gelandang tengah, biasanya dipasangkan dengan Jermaine Jenas untuk mengoptimalkan jangkauan tendangan dan kreativitas teknik. Permainannya di Hotspur disukai oleh  Madrid.

Pada Agustus 2012,  Madrid mengumumkan bahwa manajemen mereka telah menyetujui transfer  Modric dari Hotspur dengan nilai 33 juta Euro. Modric menandatangani kontrak lima tahun dengan klub Spanyol tersebut. Sekarang, ia telah menjadi seorang jenderal lapangan tengah untuk Real Madrid.

Puncak dari seluruh karir Modric adalah ketika meraih Ballon d'Or, penghargaan sebagai pemain terbaik dunia tahun 2018. Dia menyeruak di tengah persaingan Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo, yang juga pertarungan panjang antara Barcelona versus Madrid.

Permainannya yang stabil bersama Madrid dalam meraih berbagai titel dan membawa Kroasia lolos ke final Piala Dunia 2018 Rusia, dianggap banyak orang sangat pantas diganjar dengan penghargaan tinggi tersebut.

Sumber: Football Tribe/Bola/Soccerway
Editor: Hary B Koriun

Exit mobile version