Site icon Riau Pos

Uzbekistan yang Membangun tanpa Merusak

MENGAGUMI: Delegasi Indonesia di sela-sela kunjungan di Samarkand, mereka mengagumi tradisi lokal di sana. (JPG)

SURABAYA (RIAUPOS.CO) — Pada 13-21 November, Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar melawat ke Uzbekistan. Mereka meneken kerja sama dengan empat perguruan tinggi di Kota Tashkent, Samarkand, dan Bukhara. Berikut catatan Jusuf Irianto, wakil Unair di sela-sela penandatanganan itu.

LAWATAN di Kota Samarkand tidak kami sia-siakan. Selain melaksanakan kerja sama di bidang Tri Dharma Perguruan Tinggi, delegasi Indonesia mengunjungi makam Imam Al Bukhari, perawi hadis terkenal di kota tersebut.

Terselip keyakinan di setiap kalbu seorang muslim, jika membaca dan mengamalkan hadis nabi yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari, sudah dapat dipastikan kesahihan ajaran, suri teladan, atau ajakan Nabi Muhammad SAW yang terkandung di dalamnya.

Makam sang perawi punya sejarah unik. Dulu Bung Karno, presiden pertama RI, pernah berjanji mengunjungi Uni Soviet (Rusia, red) dengan syarat dapat berziarah ke makam Al Bukhari. Pemerintah Soviet bingung. 

Akhirnya, makam itu ketemu juga. Tapi, kondisinya sangat memprihatinkan. Makam tersebut berada di tengah hamparan ladang kapas nan luas. Bung Karno menunaikan janjinya mengunjungi Uni Soviet. Dia juga berziarah ke Samarkand dan berinisiatif memperbaiki makam. 
Masyarakat Uzbekistan, khususnya yang tinggal di Kota Samarkand, hingga kini sangat ramah terhadap kehadiran wisatawan Indonesia mengingat peristiwa historis tersebut.

Uzbekistan secara umum memang cukup ramah turis. Kampus yang kami kunjungi bersih. Silk Road International University of Tourism (SRIUT) Uzbekistan sudah berdiri pada 1920-an. Sampai kini, bangunan itu sangat terawat. Kondisi gedung persis seperti bangunan cagar budaya di Fakultas Kedokteran (FK) dan Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Kampus A Unair. Sarana dan prasarana tampak bersih, rapi, dan dikelola dengan penuh kesungguhan.

Meskipun gedung kuno nan bersejarah, sama sekali tidak ada kesan angker dan menakutkan. Suasana kehidupan akademik sangat menonjol dengan pemandangan aktivitas dosen dan mahasiswa yang tampak serius.

Kehidupan masyarakat di luar kampus pun tak jauh berbeda. Masyarakat tertib dalam berlalu lintas. Kegiatan di pasar tradisional sangat terjaga. Suasana jauh dari kumuh meski yang dijual adalah produk basah yang berupa sayur, buah-buahan, dan kebutuhan rumah tangga lainnya. 

Kebudayaan dan tradisi masyarakat terpelihara dengan sangat baik tanpa mengalami kerusakan meski ada modernisasi kehidupan. Sepanjang jalan, Kota Tashkent, Samarkand, maupun Bukhara sedang giat membangun sarana fisik. Berbagai gedung tinggi sedang dibangun untuk digunakan sebagai hotel, pasar modern, pusat perbelanjaan, dan perkantoran. Toh, identitas kultural masyarakat tetap terjaga, tak kehilangan jati diri.

Semua pihak di Uzbekistan, baik pemerintah, dunia usaha, kalangan kampus, maupun warga, sangat menyadari betapa penting menjaga kondisi fisik dan nonfisik yang terbangun sejak pisah dari Uni Soviet yang pecah pada 1990-an.

Dalam masyarakat Uzbekistan, terkenal ungkapan yang kurang lebih bermakna "Membuat baju perlu tujuh kali berpikir guna mengukur dan menjahitnya, namun cukup sekali jika ingin menggunting atau merusaknya," ungkapan itu sangat bermakna dan perlu dipelajari. 

Membangun bangsa dan negara dalam berbagai bidang kehidupan butuh proses panjang lagi melelahkan. Namun, butuh waktu singkat atau hanya sekali tempo jika ingin merusaknya.

Belajar dari mereka, ternyata membangun tak perlu harus merusak yang sudah ada. Semoga warisan budaya Indonesia terpelihara sepanjang masa tanpa terganggu dan rusak oleh deru mesin pembangunan.(*/c11/dos)

Laporan JPG, Surabaya

Exit mobile version