Site icon Riau Pos

28.717 Anak Riau Stunting

ILUSTRASI: RIAU POS

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Kurun dua tahun terakhir, kerap disebut istilah stunting. Bahkan Presiden Joko Widodo saking seriusnya menekan angka stunting ini membahas dalam rapat khusus terbatas beberapa waktu lalu.

Berdasarkan data hingga Oktober 2019 yang disampaikan Dinas Kesehatan Riau, terdata 28.717 angka stunting di Bumi Lancang Kuning. Data itu dari Aplikasi Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM). Di mana dilakukan pengukuran terhadap tinggi badan 161.045 anak Riau di seluruh kabupaten/kota. Didapati angka yang tidak memenuhi kriteria tinggi sejumlah 28.717 anak tersebut. Secara ringkas, stunting adalah kondisi ketika anak lebih pendek dibandingkan anak-anak lain seusianya. Atau dengan kata lain, tinggi badan anak berada di bawah standar.

Menurut Kepala Diskes Riau Hj Mimi Yuliani Nazir, pemerintah pusat pada 2018 menjadikan Rokan Hulu sebagai daerah sasaran. “Tahun 2019 ini desa-desa di Kampar menjadi lokus, ini ditetapkan pemerintah pusat. Data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar, red) 2013, stunting di Riau ada 36 persen dan sudah turun 27,4 persen data Riskesdas 2018. Angka ini masih di atas standar WHO. Yakni 20 persen untuk stunting ini harus ditekan,” ungkap Mimi, sapaan akrab Kadiskes Riau.

Angka anak kurang tinggi pada populasi anak di bawah lima tahun di Indonesia mencapai 0,8 persen menurut survei Riset Kesehatan Dasar 2018. Walau angka ini turun sekitar 6 persen dibanding survei serupa lima tahun lalu, jumlah tersebut tetap tinggi.

Isu anak kurang tinggi merupakan salah satu terobosan utama dalam narasi pemerintahan Jokowi. Presiden meminta dinas kesehatan daerah harus menurunkan angka stunting menjadi 20 persen hingga menjadi 10 persen, sampai hilang.

Karena menurut Presiden pula, dikutip dari JPG, tak mungkin sumber daya manusia Indonesia bersaing dengan negara lain jika stunting masih tinggi. Bagaimana cara mengatasi masalah stunting, yakni keadaan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak yang tampak dari tinggi badan anak jauh di bawah rata-rata populasi anak seusianya, juga menjadi materi debat saat Jokowi menjadi calon presiden beberapa waktu lalu.

Berbeda dari berat badan, tinggi badan anak berkaitan erat dengan status gizi dalam jangka panjang. Stunting merupakan cerminan kekurangan gizi dalam jangka panjang. Selain pertumbuhan ukuran tubuh, stunting juga berimplikasi pada gangguan perkembangan fungsi organ-organ secara menyeluruh, termasuk fungsi kognitif. Pemahaman ini belakangan memicu kekhawatiran pemerintah akan tingkat produktivitas sumber daya manusia.

Karena itu, intervensi terhadap masalah stunting menjadi topik pemersatu berbagai sektor pembangunan melalui pendekatan kesejahteraan pada era pemerintahan Jokowi. Bahkan Bank Dunia, misalnya baru-baru ini berkomitmen menggelontorkan pinjaman lunak sebesar Rp5,8 trilliun (400 juta dolar AS) untuk program lintas sektor yang melibatkan pemerintah di berbagai tingkatan untuk lima tahun ke depan.

Empat sektor utama yang menjadi target pendanaan ini adalah intervensi kesehatan, nutrisi, pendidikan, dan sanitasi. Namun, ada sisi yang tenggelam dari diskusi soal stunting. Yakni kepanikan moral terkait stunting dan dampaknya yang dapat memperparah diskriminasi fisik dalam pasar kerja. Hal ini tentunya dampak jangka panjang. Sebut saja, syarat tinggi badan untuk pekerjaan tertentu.(egp)

>>>Selengkapnya baca Harian Riau Pos

Exit mobile version