Site icon Riau Pos

Keluarkan Perppu, Redam Persepsi Jokowi Lemahkan KPK

Presiden Joko Widodo (Jokowi) didampingi Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet). (Hendra Eka/Jawa Pos)

JAKARTA (RIAUPOS.CO)– Desakan untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Undang-undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) hasil revisi UU 30/2002 terus bermunculan. Tak hanya disuarakan oleh kelompok mahasiswa dan masyarakat, desakan serupa juga datang dari kalangan akademisi.

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar sepakat dengan dikeluarkannya Perppu oleh Presiden. Menurut Fickar, keputusan mengeluarkan Perppu ini bisa meredam persepsi publik bahwa Presiden Jokowi ingin melemahkan KPK.

“Kalau Presiden Jokowi tidak mau mengeluarkan Perppu untuk membatalkan UU KPK yang baru, maka dapat disimpulkan ternyata memang benar Presiden telah berselingkuh dengan DPR untuk melemahkan KPK,” kata Fickar kepada Jawapos.com, Kamis (26/9).

Fickar meyakini, kinerja lembaga antirasuah akan loyo jika tetap berjalan dengan menggunakan payung hukum yang baru saja disahkan oleh DPR dan pemerintah tersebut. “Kita akan menyaksikan KPK mati pelan-pelan, terkooptasi oleh lembaga penegak hukum lain,” kata Fickar.

Selain berpotensi melemahkan kinerja KPK, lanjut Fickar, undang-undang yang baru dapat menggangu independensi lembaga antirasuah tersebut. Buntutnya, kata dia, akan banyak korupsi berjamaah yang tidak terjangkau oleh KPK.

Atas dasar itu ia berharap Presiden Jokowi mau mengeluarkan Perppu KPK. Kecuali, Presiden Jokowi memang tengah ‘membalas budi’ partai-partai koalisi.

“Sepertinya diduga Presiden sedang membayar utangnya kepada partai koalisi. Sehingga kenyataannya perubahan itu melemahkan, tapi disebut menguatkan,” sesal Fickar.

Untuk diketahui, meski menolak mengeluarkan Perppu KPK, namun Presiden Jokowi mempersilakan pihak-pihak yang berkeberatan untuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pesan Jokowi itu disampaikan melalui Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, Rabu (25/9).

“Lewat MK dong. Masa kita main paksa-paksa,” ujarnya di Istana Kepresidenan, Jakarta.

Yasonna menegaskan bahwa negara memiliki mekanisme konstitusional. “Kecuali kita tidak menganggap negara ini negara hukum lagi. Gitu aja,” cetus politikus PDIP itu.

Saat disinggung bahwa menerbitkan Perppu juga merupakan jalur konstitusional, Yasonna berdalih, belum cukup alasan untuk mengambil langkah tersebut. Menurut dia, desakan publik yang masif tidak memenuhi unsur keterdesakan.

“Janganlah membiasakan cara-cara begitu. Berarti dengan cara itu mendelegitimasi lembaga negara. Seolah-olah nggak percaya kepada MK,” tukasnya.

Editor: deslina
sumber: jawapos.com

Exit mobile version