Site icon Riau Pos

Jadi Laki-Laki, Ahmad Putra Adinata Ingin Lanjutkan Kuliah

jadi-laki-laki-ahmad-putra-adinata-ingin-lanjutkan-kuliah

Resmi menyandang status sebagai laki-laki, Ahmad Putra Adinata melambungkan banyak asa. Dia ingin melanjutkan pendidikannya. Putra pun berharap tidak ada lagi perundungan bagi penyintas hipospadia.

LUGAS WICAKSONO, Surabaya

AHMAD Putra Adinata tidak lagi menyembunyikan wajahnya saat ditemui di kantor pengacaranya, Martin Suryana, di Jalan Margorejo Indah kemarin (23/2). Dia terlihat semakin percaya diri.

Penampilannya saat ini berbeda dibanding kali pertama datang ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya untuk menghadiri sidang permohonan ganti status jenis kelamin dan nama.

Saat itu dia yang masih bernama Putri Natasiya selalu berusaha menyembunyikan wajahnya. Kini dia lebih percaya diri setelah permohonannya dikabulkan hakim R Anton Widyopriyono pada Rabu (19/2).

Remaja 19 tahun tersebut merupakan penyintas hipospadia scrotal. Dia sebenarnya berjenis kelamin laki-laki. Namun, karena kelainan yang diidap, alat kelamin sewaktu dilahirkan terlihat seperti perempuan. Dokter bedah RSUD dr Soetomo dr Lobredia Zarasade SPBP saat bersaksi dalam sidang mengungkapkan bahwa kelainan itu diderita bayi laki-laki. Hipospadia tipe scrotal kerap membuat orang tua bingung membedakan jenis kelamin anaknya.

Bidan yang membantu persalinan ketika itu menyimpulkan bahwa Putra berjenis kelamin perempuan. Ibunya, Sulislowati, percaya. Remaja yang lahir di Blora itu pun diberi nama Putri Natasiya. Nama perempuan beserta jenis kelamin perempuan dicatat di akta kelahirannya.

Hingga beranjak remaja, dia dipaksa tumbuh layaknya perempuan. Padahal, secara fisik dan naluri, Putra sebenarnya laki-laki.

Situasi tersebut membuat Putra mengalami tekanan psikologis. Putra merasa dirinya laki-laki, tetapi harus menjadi perempuan. Tidak jarang, dia sebagai penyintas hipospadia mendapatkan perlakuan yang berbeda dari orang-orang yang belum mengenalnya.

"Banyak yang bilang, koen iku nyalahi kodrat. Kalau teman-teman yang baru kenal memandang aneh. Anak perempuan kok seperti ini. Penampilannya dan teman mainnya kok kebanyakan laki-laki," ujar Putra.

Putri, eh Putra, menyatakan kerap tidak berani keluar sendirian. Saat jalan-jalan atau berbelanja, orang-orang kerap menanyakan jenis kelaminnya. "Orang lihat saya dulu. Arek iki lanang opo wedok. Makanya, saya mengajak teman untuk menjelaskan. Misalnya, saya mau beli sepatu, saya ajak teman," ungkapnya.

Putra juga kerap merasa tidak nyaman ketika harus berpenampilan selayaknya perempuan. Termasuk ketika harus mengenakan pakaian perempuan. Pakaian yang dikenakan tidak sesuai dengan aktivitasnya. "Saya sekolah pakai rok sering robek karena saya pakai main basket atau bulu tangkis," katanya.

Putra juga menyatakan kerap mendapatkan penolakan dari teman-teman yang baru dikenal. Persoalannya selalu sama. Mereka menanyakan jenis kelamin. Sebab, Putra dikenal berjenis kelamin perempuan, tetapi lebih suka berperilaku sebagaimana laki-laki. Ada pula yang sampai merundungnya. Namun, teman-temannya perlahan mulai memahami dan mau berteman dengannya.

"Waktu SMK yang menemani saya laki-laki. Ada beberapa teman perempuan yang mau jadi teman baik saya," ucapnya.

Persoalan Putra tidak hanya sulit mencari teman saat sekolah. Setelah lulus SMK, dia sulit melanjutkan kuliah atau bekerja. Dia pernah mendaftar kuliah, tetapi diurungkan. Putra tidak ingin kembali menjadi korban perundungan dan sulit mencari teman di kampus sebagaimana yang dialami ketika masih sekolah.

"Dulu pernah ikut SNMPTN nggak saya datangi karena takut kayak kembali ke SMK," katanya.

Putra kini tidak menyangka sudah berstatus laki-laki. Perubahan itu dimulai ketika mahasiswa kebidanan Unair Henny Rachmawaty melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN) di kampungnya di Bulak Rukem Timur. Henny merasa ada yang janggal pada Putra. Setelah melalui rangkaian pemeriksaan medis, Putra ternyata laki-laki yang mengalami hipospadia.

"Alhamdulillah saya senang karena dari dulu saya sebenarnya laki-laki," ungkapnya.

Namun, tidak mudah baginya untuk meyakinkan orang tuanya yang sejak kecil meyakininya perempuan. Namun, setelah ada hasil dari pemeriksaan medis yang menyebutkan bahwa dia laki-laki, orang tuanya baru percaya.

"Saya sering dimarahi dulu karena main bola. Sering dipukuli karena pulang diantar sama teman laki-laki," paparnya.

Putra yang merupakan lulusan jurusan perkantoran di SMK sempat ragu untuk melamar kerja di perkantoran. Alasannya, dia tidak ingin mengenakan busana karyawati saat kerja di kantor. Putra pun bekerja sebagai pembantu online. Tidak lama setelahnya, dia bekerja di perusahaan.

Putra yang melamar sebagai karyawan bagian administrasi diterima kerja, tetapi bukan di kantor. Melainkan di pabrik bagian produksi karena penampilannya yang maskulin. Setelah itu, dia bekerja di kafe. Saat ini dia bekerja sebagai sekuriti di SMK Triguna Bhakti Surabaya, tempatnya dulu sekolah.

Meski demikian, Putra merasa beruntung karena masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya selalu memberikan dukungan. Termasuk sekolah tempatnya bekerja. Ketua RT Suwarno dan pengurusnya membantu mengurus perubahan status.

"Sekolah sempat syukuran, tumpengan waktu saya pertama operasi pertengahan 2018. Semua memberikan dukungan kepada saya," ucapnya.

Kini, setelah hakim mengabulkan permohonannya, Putra kembali menjalani hari-harinya dengan lebih percaya diri. Dia ingin meneruskan cita-citanya yang sempat terhambat. Salah satunya ingin melanjutkan kuliah.

"Bismilah bisa kuliah. Rencananya jurusan olahraga karena saya suka olahraga. Cita-cita saya ingin jadi atlet pencak silat. Sewaktu sekolah di SMK, saya sering ikut latihan di universitas dengan cabang pencak silat," tuturnya.

Putra kini juga rutin kontrol ke RSUD dr Soetomo menjelang operasi penyempurnaan kelaminnya yang kedua. Rencananya, operasi yang kedua merupakan yang terakhir. Namun, hingga kini dia belum mendapatkan jadwal operasi yang diperkirakan dilaksanakan awal Maret.

Putra bersyukur kini dirinya sudah berstatus laki-laki. Saat ini dia tinggal menunggu penggantian akta kelahiran dari dinas kependudukan dan pencatatan sipil. Setelah itu baru disusul ijazah dan KTP. Dia berharap para penyintas hipospadia bisa lebih percaya diri.

"Semoga orang terdekat bisa memberikan dukungan mental dan tidak ada bully atau semacamnya. Orang yang mem-bully tidak pernah merasakan kehidupan yang kami alami," jelasnya.

Martin Suryana juga menyatakan bahwa para penyintas hipospadia bisa lebih percaya diri. Dia yakin banyak orang yang bernasib serupa dengan Putra. Namun, mereka tidak berani dan tidak tahu cara mengatasinya.

"Mereka mau mengganti status itu sesuatu yang sangat prinsipal. Kalau permohonannya ditolak, akan menjadi preseden bagi para penyintas hipospadia," kata Martin.

Dia mengaku berniat mendampingi Putra karena didasari rasa kemanusiaan. Dia tidak ingin permohonan mereka ditolak karena ketidakpahaman orang seperti Putra mengenai proses hukum. Sebab, permasalahan itu menyangkut masa depan dan nasib seseorang.

"Buat orang-orang yang bernasib sama dengan Putra, beranilah tampil dan menyelesaikan masalah. Ini tidak menyalahi kodrat, tapi penyakit yang harus disembuhkan," paparnya.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi

 

Exit mobile version