Site icon Riau Pos

Barisan Menteri Biden Diprediksi Keras

barisan-menteri-biden-diprediksi-keras

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Joe Biden telah resmi dilantik sebagai Presiden AS yang baru menggantikan Donald Trump. Pasca dilantik, sejumlah analis politik mencoba melihat peta hubungan AS-Cina ke depan. Salah satu pakar Cina menilai Biden diprediksi masih menggulirkan kebijakan yang relatif keras terhadap Cina. Ini disimpulkan dari suara beberapa calon menteri kabinet Biden.

Mantan penasihat ekonomi dan komersial Konsulat Jenderal Cina di San Francisco dan New York, He Weiwen mengatakan, retorika keras tentang perdagangan dan masalah lain akan tetap ada di bawah pemerintahan AS yang baru. Dalam audiensi di Senat AS pada Selasa (19/1), diprediksi hubungan luar negeri dan ekonomi mencapai catatan yang sulit. Terutama saat calon Menteri Keuangan Janet Yellen melontarkan retorika keras.

"Kami perlu mengambil tindakan pada Cina atas sikap yang kasar, tidak adil, dan ilegal," kata Yellen kepada Senator AS dengan menyebut Cina sebagai pesaing strategis paling penting bagi AS seperti dilansir dari Global Times, Kamis (21/1).

Menurut He Weiwen, retorika keras seperti itu mengikuti pedoman lama. "Politisi AS telah mengatakan hal yang sama sejak masa Bill Clinton bahwa mereka ingin mengubah sistem Cina," kata He Weiwen kepada Global Times.

Namun, setelah perang dagang dan teknologi yang melelahkan selama bertahun-tahun dan Departemen Keuangan AS memainkan peran utama, pernyataan Yellen diawasi dengan ketat dan bahkan ditafsirkan oleh beberapa orang sebagai kelanjutan dari kebijakan konfrontatif Trump yang keras.

Para ahli mengatakan bahwa Departemen Keuangan AS, yang memiliki peran sangat tinggi dalam pemerintahan AS terkait masalah ekonomi, memiliki beberapa opsi. Termasuk menjatuhkan sanksi pada entitas dan individu asing dan membatasi penanaman modal asing.

Departemen ini juga bertanggung jawab untuk menentukan apakah negara lain memanipulasi nilai tukar mata uang mereka untuk mendapatkan keuntungan perdagangan dan mengawasi Komite Investasi Asing yang tidak jelas namun kuat. Banyak alat telah digunakan cukup luas oleh pemerintahan Trump dalam perang dagang dan teknologi melawan Cina. Para ahli Cina mengatakan bahwa sementara pemerintahan Biden tidak mungkin membatalkan tindakan tersebut.

Wakil Ketua Masyarakat Cina untuk Studi Organisasi Perdagangan Dunia, Huo Jianguo, menambahkan bahwa pemerintah AS dapat menggunakan situasi ini sebagai alat tawar-menawar dalam pembicaraan perdagangan di masa depan dengan Cina. Huo menambahkan bahwa sudah menjadi praktik umum bagi calon menteri pemerintah AS untuk berbicara keras tentang Cina selama audiensi di Capitol ketika pandangan anti-Cina tersebar luas.

Huo menambahkan bahwa ini akan menjadi perbedaan mendasar antara pemerintahan Biden dan pemerintahan Trump. Pendekatan yang paling mungkin diambil oleh pemerintahan Biden yakni akan mencoba menyatukan sekutu AS untuk memberikan tekanan pada Cina. Termasuk membentuk perdagangan baru dan kemitraan ekonomi dalam upaya untuk mengisolasi Cina menurut para analis.

Tetapi itu akan menjadi tugas yang sulit, karena dinamika telah berubah selama masa kepresidenan Trump. Setelah Trump meninggalkan Kemitraan Trans-Pasifik, yang dipuji sebagai langkah untuk menahan Cina, maka Cina sejak itu menandatangani pakta perdagangan terbesar dengan 14 ekonomi Asia-Pasifik dan menyelesaikan pembicaraan untuk kesepakatan investasi dengan UE.

Mengomentari ucapan calon menteri Biden tentang hubungan Cina-AS, Juru Bicara untuk Kementerian Luar Negeri Cina, Hua Chunying, mengatakan bahwa Cina berkomitmen untuk menghindari konflik dan konfrontasi, dan akan berusaha untuk saling menghormati dan kerja sama yang saling menguntungkan. "Pada saat yang sama, kami akan dengan tegas menjaga kedaulatan, keamanan dan kepentingan pembangunan," kata Hua.

Hal senada diungkapkan Menteri Luar Negeri Cina, Wang Yi dalam laman South China Morning Post. Dia mendesak Biden untuk memiliki persepsi yang benar tentang Cina dan siap berdamai serta bekerja sama dengan Beijing.

"Untuk memulai kembali dialog, mengembalikan hubungan bilateral ke jalur yang benar dan membangun kembali rasa saling percaya," jelasnya.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi

 

Exit mobile version