Site icon Riau Pos

Puasa Mencegah Hoaks

Puasa Mencegah Hoaks

PENYEBARAN informasi sangat dahsyat melalui media sosial. Ada informasi yang benar, dapat dipercaya dan memberikan manfaat. Informasi seperti ini tentu saja kita perlukan.
Tetapi kita sering menemukan begitu banyak informasi disebarkan yang berisi berita hoaks, fitnah, ghibah, namimah, desas-desus, kabar bohong, ujaran kebencian, aib dan kejelekan seseorang, dan informasi pribadi yang tidak layak ditampilkan di ruang publik. Informasi hoaks bagaikan racun yang siap meracuni penyebar-penerima informasi. Informasi hoaks memiliki kekuatan daya rusak yang sangat kuat karena ia menyerang iman, persepsi, pandangan dan pola pikir seseorang.

Orang yang telah dirasuki racun informasi akan terganggu iman, pikiran dan hatinya sehingga ia bisa memandang orang lain yang berbeda pendapat dengannya sebagai musuh. Benih-benih kebencian akan tumbuh subur dengan asupan informasi hoaks. Celakanya, sebagian dari kita tidak menyadari bahwa kita telah diserang oleh hantaman informasi hoaks. Sebagian dari kita memandang berita yang kita terima adalah kebenaran dan dengan penuh keyakinan kita sebarkan lagi berita itu kepada orang lain. Padahal, dalam etika berkomunikasi kita seharusnya melakukan proses check and recheck atau tabayyun sebelum menyebarkan informasi agar informasi tersebut terjaga kebenarannya.

Allah SWT telah mengingatkan bahwa kita wajib memeriksa kebenaran suatu berita agar berita tersebut tidak menimbulkan musibah dan kerugian baik bagi kita sendiri maupun orang lain.

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS. Al-Hujurat: 6).

Ayat ini mengingatkan bahwa kita harus benar-benar meneliti secara detail kebenaran informasi yang kita terima. Dengan kata lain, kemampuan information literacy sangat diperlukan ketika kita menerima dan membagikan berita. Berita hoaks terus menganggu kehidupan kita. Berbagai konflik telah terjadi akibat penyebaran berita hokas. Bahkan belief system atau keimanan kita pun terreduksi dan terpengaruh oleh berita hoaks.

Lihatlah begitu mudah sebagian orang hari ini menyalahkan dan menghina orang lain hanya akibat terpengaruh oleh informasi hoaks. Jangan-jangan keimanan kita hari telah ditentukan oleh sosial media karena kita terlalu percaya dengan media sosial dan bahkan sosial media juga sering menganggu waktu ibadah kita kepada Allah. Nilai ikhlas dalam beribadah kita telah terusik oleh kebiasaan swofoto yang kita lakukan di tempat-tempat suci. Informasi yang bersifat pribadi pun kita dedahkan di dunia maya sehingga orang banyak dapat melihat rahasia diri kita.

Salah satu cara untuk mencegah penyebaran berita hoaks adalah dengan mengamalkan hakekat yang terkandung dalam puasa. Ketika berpuasa, kita tidak hanya dilatih untuk menahan lapar dan haus, tetapi lebih dari pada itu, yakni kita dilatih untuk menahan diri dan mengendalikan mulut kita dari perkataan bohong dan tidak bermanfaat. Pangkal penyebaran hoak adalah kegagalan kita untuk mengendalikan diri dalam menilai kebenaran berita.

Kecepatan dan kemudahan fasilitas yang disedikan teknologi media sosial membuat kita lupa diri sehingga kita dengan mudah menyebarkan berita hoaks. Kita tak sempat lagi memikirkan apakah berita itu akan menyinggung perasaan orang lain. Kita lupa bahwa berita hoaks bisa menyakiti saudara sendiri. Kita pun tak menyadari bahwa  berita hoaks bisa merendahkan orang lain. Kita terlalu larut dengan kebiasan copy-paste-share.

Allah SWT melarang kita untuk menyebarkan berita bohong, praduga, kecurigaan, dan keburukan orang. “Dan mengapa kamu tidak berkata, di waktu mendengar berita bohong itu: “Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini, Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar” (QS. An-Nur 16). Dengan puasa kita diharapkan dapat mengendalikan diri dari perbuatan-perbuatan tercela dalam penyebaran berita hoaksdi media sosial. Jika dahulu ungkapan Melayu mengatakan “mulutmu harimaumu”, maka ungkapan tersebut kini telah bertransformasi “jarimu harimaumu”. Artinya, jari-jari yang kita gunakan untuk menekan tombol-tombol di telepon pintar bisa mendatangkan kerugian bagi diri kita sendiri dan orang lain. Kita seharusnya berpikir bahwa jari-jari tersebut dikendalikan oleh akal, pikiran dan hati sehingga gerakan jari-jari tetap bisa dikendalikan sehingga berita yang kita sebarkan di media sosial benar adanya dan memberikan manfaat. Jangan sampai kita terjebak oleh pekerjaan sia-sia akibat tidak cerdas menggunakan sosial media. Kita harus pintar menggunakan telepon pintar. Jangan sampai telepon pintar justru membuat kita bodoh karena gagal menahan diri untuk menyebarkan berita hoaks di media sosial.

Ingatlah nasihat yang diberikan Raja Ali haji dalam Gurindam 12, yakni “apabila banyak mencela orang, itulah tanda dirinya kurang”. Jadi jangan menampilkan diri kita dengan cara menyebar hoaks di media sosial sebab orang lain akan tahu kekurangan yang kita miliki. Ungkapan you are what you share semakin menegaskan bahwa orang bisa mengenali kualitas diri kita dari berita-berita hoaks yang kita sebarkan di media sosial. Kerena itu, kita mesti ekstra hati-hati dalam menyebarkan berita di media sosial.  Semua yang kita lakukan akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Wallahul Muwaffiq ila Aqwamit Tharieq.***

Exit mobile version