Site icon Riau Pos

Kenali 9 Gejala Khas Gagal Ginjal

kenali-9-gejala-khas-gagal-ginjal

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Seseorang sering tak menyadari fungsi ginjalnya sudah menurun karena tak mengalami gejala khas di awal-awal tahapan penyakit. Seseorang dengan tekanan darah tinggi atau gula darah yang tinggi baru menyadari mereka mengidap penyakit tersebut ketika fungsi ginjalnya sudah rusak.

Penyakit Ginjal Konik (PGK) ditandai dengan kerusakan ginjal atau gangguan fungsi ginjal yang berjalan lebih dari 3 bulan. Setiap hari, kedua ginjal menyaring sekitar 120-150 liter darah dan menghasilkan sekitar 1-2 liter urin.

Tiap ginjal tersusun dari sekitar satu juta unit penyaring yang disebut nefron. Nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus. Glomerulus menyaring cairan dan limbah untuk dikeluarkan berupa filtrat, serta mencegah keluarnya sel darah dan molekul besar yang sebagian besar berupa protein.

Selanjutnya filtrat akan melewati tubulus yang mengambil kembali mineral yang dibutuhkan tubuh dan membuang kelebihannya. Ginjal juga menghasilkan enzim renin untuk menjaga tekanan darah, hormon eritropoietin yang  merangsang sumsum tulang memproduksi sel darah merah, serta menghasilkan vitamin D aktif yang dibutuhkan untuk kesehatan tulang.

Gangguan pada ginjal dapat berupa penyakit ginjal kronik (PGK) dan gangguan ginjal akut (GgGA atau
Acute Kidney Injury). Penyakit ginjal kronik adalah kelainan dari struktur atau fungsi ginjal yang menetap lebih dari 3 bulan yang berdampak terhadap kesehatan.

Data global tahun 2019 menunjukkan 1 dari 3 orang di populasi umum memiliki risiko untuk mengalami PGK. Pada saat ini diperkirakan 10 persen dari penduduk dunia terkena PGK, akan tetapi 9
dari 10 orang tersebut tidak menyadari kondisinya.

“Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi ginjal pada awalnya tidak menimbulkan gejala, keluhan biasanya baru timbul bilamana fungsinya sudah sangat menurun,” kata Ketua Umum PB Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PB PERNEFRI) dr. Aida Lydia, PhD., SpPD-KGH, dalam konferensi pers, Rabu (11/3).

Penyakit ginjal kronik merupakan penyakit yang bersifat progresif, bila tidak ditatalaksana secara optimal akan berujung pada penyakit ginjal tahap akhir (gagal ginjal). Jika terjadi gagal ginjal, maka diperlukan terapi pengganti ginjal dengan 3 modalitas pilihan terapi yaitu hemodialisis (cuci darah), peritoneal dialisis (CAPD) dan transplantasi ginjal.

Penyakit ginjal kronik tidak dapat disembuhkan, tetapi kita masih dapat mempertahankan dan memperlambat perburukan fungsi ginjal, dengan cara tetap kntrol gula darah pada penderita diabetes, kontrol tekanan darah pada penderita hipertensi dan pengaturan pola makan yang sesuai dengan kondisi ginjal. Lalu terapi dengan obat-obatan.

Apabila telah memasuki penyakit ginjal stadium akhir maka dianjurkan untuk menjalani terapi pengganti ginjal yaitu dialisis (cuci darah) atau transplantasi ginjal. Bisa juga dengan terapi Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) atau dialisis lewat perut (membran peritoneum).

Menurur Aida, beban penyakit ginjal amatlah besar, baik secara ekonomi maupun dampak terhadap kesehatan itu sendiri. Cuci darah (dialisis) menghabiskan dana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan keempat tertinggi setelah penyakit jantung, kanker dan stroke.

“Satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk menekan angka kesakitan dan angka kematian yang tinggi serta sekaligus mengurangi beban ekonomi negara adalah dengan melakukan pencegahan penyakit ginjal sedini mungkin,” tuturnya.

Dia menambahkan penyebab utama terjadinya gagal ginjal di Indonesia adalah hipertensi (36 persen) dan diabetes (28 persen). PGK dan gagal ginjal bisa dicegah, dan progresivitas penyakitnya menuju gagal ginjal dapat diperlambat.

Gejala Khas Gagal Ginjal:

1. Perubahan jumlah air seni dan penambahan frekuensi buang air kecil dalam sehari

2. Adanya darah dalam air seni
3. Rasa lemas dan sulit tidur
4. Kehilangan nafsu makan
5. Sakit kepala
6. Tidak dapat berkonsentrasi
7. Sesak
8. Mual dan muntah
9. Bengkak pada kaki dan pergelangan kaki, bengkak pada kelopak mata waktu bangun tidur
pagi.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman

Exit mobile version