Site icon Riau Pos

Daun Kapau Semakin Sulit Didapatkan

Seorang ibu membuat sarang ketupat dari daun kapau di Kampung Baru Senapelan, Selasa (26/3/2024). (MHD AKHWAN/RIAUPOS)

Bulan suci Ramadan dan Hari Raya Idulfitri selalu diidentik dengan sejumlah makanan khas Melayu.

RIAUPOS.CO – Salah satu menu masakan khas Melayu yang kerap dinikmati oleh masyarakat adalah ketupat yang sarangngnya terbuat dari daun pohon enau atau pohon kapau.

Namun kini untuk memperoleh sarang ketupat berdaun pohon enau dan kapau di pasar tradisional di Kota Pekan­baru sudah mulai sulit, hanya di sejumlah kawasan tepi sungai Siak saja masyarakat bisa menemukan kulit ketupat yang terbuat dari pohon enau dan kapau tersebut.

Bahkan jumlah pengrajin yang menjualnya pun kini hanya tinggal hitungan jari.

Pantauan Riau Pos, Jumat (5/4) di Jalan Meranti, Kampung Bandar, Kecamatan Senapelan tepatnya di tepian Sungai Siak tampak sejumlah pengrajin ketupat berdaun enau masih setia menjajakkan sarang ketupat yang sudah menjadi tradisi khas Melayu di kota Pekanbaru.

Tradisi membuat anyaman atau sarang ketupat berbahan daun kapau yang merupakan khas masyarakat Melayu Riau pesisir tak pernah hilang dimakan zaman, apalagi cita rasa yang khas membuat sarang ketupat ini tetap dicari oleh masyarakat di Kota Pekanbaru meskipun harus menyusuri pinggiran Sungai Siak.

Menurut salah seorang pengrajin yang juga pedagang ketupat daun enau dan kapau, Ros mengaku selama beberapa tahun belakangan ini penjualan sarang ketupat daun kapau jauh menurun lantaran bahan baku yang semakin sulit diperoleh.

Bahkan dirinya yang sudah turun-temurun menggeluti dunia usaha kerajinan ini pun mulai merasakan dampaknya, lantaran harus keluar masuk hutan di kawasan Chevron di pesisir Sungai Siak hanya untuk mendapatkan daun enau dan kapau yang pas untuk dianyam menjadi ketupat.

Apalagi, untuk membuat anyaman ketupat daun kapau, ia memerlukan beberapa batang daun kapau yang ia buat menjadi puluhan anyaman ketupat. Anyaman ketupat jenis ini diyakini lebih awet dan bisa tahan hingga satu tahun.

Dalam sehari ia mengaku hanya mampu memproduksi anyaman ketupat sekitar 400  hingga 500 keping anyaman ketupat daun kapau.

Sedangkan untuk harga jualnya sendiri, ia membanderol sekitar Rp7.000 hingga Rp 10.000 per ikat untuk 10 sarang ketupat dengan ukuran yang berbeda.

”Sekarang peminatnya masih didominasi orang tua, padahal ini salah satu tradisi khas Riau yang seharusnya ikut dilestarikan oleh generasi muda,” ucapnya.

Meskipun begitu, ia tetap optimistis untuk terus berjualan anyaman ketupat daun kapau yang merupakan tradisi turun menurun keluarganya ini.

”Ini tradisi turun temurun. Jadi harus tetap saya dan anak-anak lestarikan. Dari dulu sejak zaman nenek dan emak saya sudah membuat ini. Sekarang turun ke saya dan anak saya juga,” terangnya.

”Ya, semoga saja tardisi ini bisa diteruskan hingga ke generasi seterusnya. Karena sampai sekarang masih banyak orang dari luar daerah yang sengaja datang ke Pekanbaru hanya untuk merasakan nikmatnya menyantap ketupat dari daun enau dan kalau ini,” katanya.(ayi)

Laporan PRAPTI DWI LESTARI, Kota






Reporter: Prapti Dwi Lestari
Exit mobile version