Site icon Riau Pos

DPR Pertanyakan Wacana Pemerintah Terbitkan Recovery Bond

dpr-pertanyakan-wacana-pemerintah-terbitkan-recovery-bond

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Wacana pemerintah yang mulai merancang kebijakan penerbitan surat utang (recovery bond) mendapat kritikan dari DPR. Upaya itu dianggap tidak tepat di tengah bangsa sedang berjuang melawan pandemi Covid-19.

Anggota Komisi XI DPR Kamrussamad mengatakan, rencana kebijakan penerbitan surat utang (recovery bond) bertentangan dengan undang–undang.

"Recovery bond perlu dijelaskan ke publik landasan kebijakan dan skema implementasinya. Karena, berdampak pada beban negara yang merupakan beban rakyat," ujar Kamrussamad kepada JawaPos.com, Jumat (27/3).

Sebelumnya, Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono menyatakan bahwa pihaknya tengah mengkaji kebijakan recovery bond.

"Kita ingin menjaga perusahaan-perusahaan. Mereka kan butuh cashflow, likuiditas keuangannya. Pemerintah telah menjajaki akan mengeluarkan suatu surat utang baru atau recovey bond. Kita mau menjaga kelangsungan usaha dan mengurangi PHK (pemutusan hubungan kerja)," kata Susiwijono dalam Telekonferensi Pers, Kamis (26/3).

Atas penyataan Susiwijono itu, kata Kamrussamad, kebijakan recovery bond bertentangan dengan UU nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Pasal 55 ayat 1–5.

Menurut dia, skema government bond yang akan dikeluarkan pemerintah harus jelas dulu regulasi dan bentuknya. Jika goverment bond, maka hasilnya harus masuk ke APBN dan pengeluaranya dicatatkan sebagai belanja negara yang didasarkan pada undang-undang keuangan negara dan undang–undang perbendaharaan negara.

Apalagi jika ingin memberikan skema langsung ke korporasi harus diperjelas payung hukum kebijakannnya. Kata Kamrussamad, utang itu tidak bisa langsung diberikan ke korporasi. Negara memberikan skema langsung ke korporasi sangat berbahaya dan berpotensi menjadi skandal besar di kemudian hari.

"Ini lebih parah dari BLBI, karena skema BLBI negara memberikan suntikan dana segar ke korporasi dan negara mendapatkan kompensasi saham di perusahaan penerima dana BLBI. Skema inilah yang membebani rakyat Indonesia puluhan tahun sejak awal reformasi," ujar Kamrussamad.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi

 

Exit mobile version