Site icon Riau Pos

Komisi IV DPR RI Dorong Pembentukan Panja dan Penyelesaian Sawit dalam Kawasan Hutan

RAPAT DENGAR PENDAPAT: Komisi IV DPR RI menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Dirjen Perkebunan, Gapki, Apkasindo dan Aspek PIR di Gedung DPR RI Jakarta, baru-baru ini.(HUMAS APKASINDO FOR RIAU POS)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Komisi IV DPR RI menggelar rapat de­ngar pendapat (RDP) dengan Dirjen Perkebunan, Gapki, Apkasindo dan Aspek PIR guna membahas pengembangan usaha kelapa sawit yang ada serta membahas permasalahan yang mendera pada sektor ini di Gedung Nusantara DPR RI, Senin (25/11).

 

Pada pemaparan Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian RI Kasdi Subagyono mengatakan delapan tantangan industri sawit In­donesia yang dihadapi sa­at. Di antaranya mengenai rendahnya produktvitas minyak sawit di Indonesia yang baru di kisaran 3,6 ton per hektare per tahun sedangkan potensi sebesar 5-6 ton per hektare per tahun, kebutuhan harmonisasi satu data dan pemetaan, adanya indikasi kurang lebih sekitar 3 juta hektare kebun sawit berada di dalam kawasan hutan per KHG.

Selain itu juga persoalan legalitas dan perizinan, karena ada disharmonisasi peraturan anatar kementerian dan lembaga terkait baik di pusat maupun di daerah, gangguan dan konflik usaha antara perusahaan besar swasta/negeri dengan perkebu­nan rakyat, kerusakan lingkungan dan kebakaran, adanya kampanye negatif yang dilakukan Uni Eropa, serta tantangan terakhir adalah upaya hilirisasi produk turunan sawit.

Sementara itu, Joko Supriyono, Ketua Umum Gapki (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) menjelaskan, bahwa Indonesia dapat mengambil peluang untuk mengisi kebutuhan minyak nabati di pasar global. Di mana produksi minyak sawit tumbuh 34,5 persen, sementara permintaan tumbuh 35,9 persen yang berarti demand akan minyak nabati sangat kuat di masa mendatang.

"Kami juga minta kepastian hukum dalam berinvestasi, ini sangat penting. Salah satunya masalah tumpang tindih kebun sawit di kawasan hutan. Ini permasalahan krusial sudah puluhan tahun tidak ada solusi konkrit. Sampai hari ini tidak ada penyelesaian baik perkebunan swasta, apalagi untuk rakyat," ujarnya.

Joko menuturkan masalah ketidakpastian dengan tumpang tindih lahan mengakibatkan sertifikasi ISPO terhambat. Dampaknya, sustainability berpeluang tidak tercapai. "Masalah ini akan mempersulit perjuangan melawan kampanye negatif di pasar global," ujarnya.

Kalangan petani sawit yang diwakili Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) meminta dukungan Komisi IV DPR RI supaya petani tidak diwajibkan sertifikasi dalam Perpres ISPO. "Kami minta petani tidak wajib ISPO dalam rencana terbitnya Perpres tersebut sebelum masalah legalitas kebun petani sawit diselesaikan. Karena persyaratan pertama sertifikasi ISPO adalah legalitas lahan," ujar Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo ), Ir Gulat Manurung di hadapan Komisi IV DPR RI.(izl)

Exit mobile version