Jumat, 19 April 2024

Adnan Kasry - Dosen Pascasarjana Unri

Rahasia Puasa dan Kesabaran Batiniah

Di tengah kondisi cuaca tak menentu akibat perubahan iklim global saat ini, sangat mempengaruhi hubungan manusia dengan manusia, antara manusia dengan lingkungan hidupnya, dan antara manusia dengan Allh Swt, baik yang bersifat positif maupun negatif. Umat muslim di seluruh dunia dengan penuh kegembiraan, bahkan dalam kondisi yang menyedihkan sekalipun, menyambut kedatangan Ramadan dan menunaikan ibadah puasa sesuai dengan kemampuan masing-masing. Berbagai bencana yang menimpa manusia saat ini telah menimbulkan dampak mengerikan dalam banyak bentuk berupa kekeringan, banjir bandang, longsor, banjir rob, puting beliung, kehancuran sumber kehidupan, tempat tinggal, infrastruktur dan kematian. Semuanya terjadi di hampir seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Beberapa hari menjelang Ramadan 1445 H, 7-8 Maret 2024 wilayah pantai barat Sumatra, mulai dari Aceh, Pasaman, Agam, Pesisir Selatan, Mentawai, Padang dan Pesisir Selatan dihantam hujan lebat, banjir bandang dan gelodoh, menyebabkan sekitar 30 orang meninggal dunia dan beberapa orang hilang dan belum ditemukan. Daerah terparah ditimpa bencana adalah di Kabupaten Pesisir Selatan.

Di Ranah Minang, dugaan pemicu bencana adalah curah hujan tertinggi (252 – 275 mm/hari) dan kerusakan hulu Daerah Aliran Sungai (29.774 hektare) yang diperparah alih fungsi lahan dengan luas tutupan pohon periode 2001-2022 di 41 DAS di Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Solok yang bersinggungan dan berhulu di Taman Nasional Kerinci-Seblat (Tempo, 24 Maret 2024). Pada pekan kedua Ramadan, hampir seluruh pulau Jawa, terutama di kawasan sebelah utara (Kudus dan Jepara) mengalami banjir yang menyebabkan sebagian besar wilayah tersebut tergenang air seperti lautan. Kawasan perkotaan, permukiman, pertanian, perikanan, pasar dan berbagai infrastruktur termasuk jalan raya terhenti aktivitasnya. Di kawasan lain di seluruh Indonesia juga mengalami bencana dengan skala yang berbeda.

- Advertisement -

Kemunculan bencana dahsyat tersebut saat ini oleh para ahli klimatologi, meteorologi dan lingkungan hidup memastikan berasal dari fenomena alam dan perbuatan manusia. Para ahli sampai saat ini belum mampu dengan tingkat kepastian yang akurat meramalkan terjadinya fenomena alam, seperti meletusnya gunung api, munculnya gelombang tsunami sebagai penyebab terjadi bencana. Tetapi, para ahli tersebut dan para ilmuwan lain telah mampu memberikan data dan analisis yang sangat akurat terkait dengan emisi gas rumah kaca (GRK) yang menyebabkan terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim sebagai hasil dari perbuatan manusia dan berdampak terhadap kehidupan makhluk hidup, khususnya manusia.

Hal ini telah diperingatkan Allah SwT dalam firmannya: “ Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) “ (S. Ar Ruum 21:41).

Hanya saja, banyak di antara manusia tidak menyadari bahkan banyak pemimpin negara maju tidak mengakui penyebab bencana tersebut disebabkan terutama oleh perbuatan manusia. Keingkaran terhadap munculnya bencana tersebut dikarenakan lebih mementingkan kelangsungan dan peningkatan perekonomian mereka yang dijalankan melalui pemanfaatan bahan bakar fosil (BBF) yaitu minyak bumi dan gas serta batubara sebagai sumber energi utama menggerakkan mesin-mesin industri, transportasi dan kebutuhan hidup manusia lainnya sebagai penghasil utama emisi gas rumah kaca.

- Advertisement -

Di samping bencana alam yang melanda sebagian besar dunia yang disebabkan oleh ulah manusia berupa peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) yang menimbulkan perubahan iklim, di sebagian wilayah dunia mengalami kerusakan akibat peperangan yang berdampak besar bagi kehidupan manusia dalam bentuk kehancuran lingkungan dan sumber daya alamnya, sumber pangan, berbagai ekosistem, perumahan, permukiman, sarana rumah ibadah, rumah sakit, sarana air bersih dan berbagai infrastruktur yang menjadi urat nadi kehidupan manusia seperti jalan, jembatan, gedung-gedung pemerintahan dan pendidikan, pusat-pusat kajian ilmiah dan industri, dan sebagainya. Kondisi yang sangat parah saat ini menimpa beberapa negara akibat peperangan antara Rusia dan Ukraina, Palestina (Hamas) dan Israel, Myanmar dan penentangnya, beberapa negara di Afrika dan terakhir antara pendukung Palestina (Hamas) di Yaman, Yordania, Irak dengan Amerika Serikat, Inggris dan Perancis serta di Amerika Tengah (Haiti).

Baca Juga:  Urgensi Transformasi Metode Dakwah

Bila diikuti dan diamati berbagai siaran media pekabaran (TV, Surat Kabar, Medsos, dll) yang semakin canggih, cepat dan akurat ditemukan setiap hari, sudah ratusan ribu manusia yang tewas, luka-luka, dan tak terhitung besarnya kehancuran infrastruktur yang menimbulkan penderitaan manusia tiada terperikan dan tidak masuk akal di sebagian besar wilayah sengketa tersebut. Senjata peperangan tidak lagi hanya mengandalkan senapan otomatis, senapan mesin, mortir, meriam, dan tank, tetapi menggunakan senjata pembunuh bernama drone dengan teknologi buatan (AI) yang canggih dan presisi sesuai dengan keinginan operatornya tanpa dia terlibat langsung secara fisik.

Secara khusus, drone yang dioperasikan tentara Israel dengan bantuan utama sekutunya Amerika Serikat sangat-sangat berhasil menghancurkan sarana dan prasarana Jalur Gaza Palestina (gedung-gedung, perumahan, rumah sakit, sarana air bersih, jalan, dll) dan membunuh tanpa pilih bulu terutama perempuan dan anak-anak penduduk Gaza yang tidak bersenjata. Israel sungguh sudah membalas kekalahannya diserang Hamas lebih dahulu dengan membabi buta tanpa rasa kemanusiaan, berkat bantuan dan dukungan Amerika Serikat sekutunya. Sudah lebih dari 13.500 orang penduduk Gaza terbunuh saat ini (19/03/2024) sejak invasi Israel ke Jalur Gaza, dan ratusan orang tewas di Tepi Barat Palestina.

Kita terhenyak dengan penderitaan rakyat Palestina di Jalur Gaza dan juga di Tepi Barat saat ini yang sebagian besar sedang menjalankan ibadah Ramadan, karena Netanyahu Perdana Menteri Israel bertindak seenaknya perut kesetanan dalam mencapai ambisinya menghabisi prajurit Hamas dan menyengsarakan dan mengusir penduduk Gaza dari rumah dan kampungnya ke Rafah yang sempit dan padat dengan satu setengah juta pengungsi dari kawasan lain. Bahkan, terakhir dalam Ramadan ini Netanyahu mau menyerang Rafah dengan dalih menghabisi Hamas. Netanyahu bertindak kejam dan bengis tanpa memperdulikan protes masyarakat dunia, maupun dari sekutunya sendiri di Eropa dan Amerika bahkan dari organisasi utama Yahudi Amerika Serikat. Netanyahu tidak lagi mampu mengendalikan hawa nafsunya, tak perduli dengan kutukan dari siapa pun. Inilah yang menjadi pangkal dari malapetaka di Israel dan Palestina

Bagi penduduk Gaza, sebenarnya dalam bentuk menahan diri dari makan dan minum sejak diinvasi Israel sudah menjalani “puasa” karena kekurangan dan ketiadaan bahan makanan dan air bersih untuk MCK, mandi dan beribadah. Bantuan makanan, air bersih, kesehatan dan bahan bakar yang didonasikan dari berbagai bangsa di dunia, dihambat bahkan dilarang masuk ke Gaza oleh Israel. Droping kebutuhan masyarakat Gaza yang sedang kelaparan lewat udara dari Lebanon tidak memadai dan tidak efisien. Tetapi, masyarakat Gaza tak bergeming dengan ancaman Israel dan sekutunya menggunakan teori kelaparan dan untuk memindahkan dan menghabisi mereka karena keyakinan penduduk Gaza yang sebagian besar muslim.

Kematian mempertahankan negeri, harta, martabat dan keluarga mereka yakini merupakan hasil yang paling mereka inginkan sebagai jalan kembali pulang menghadap Ilahi sebagai syuhada. Bagi penduduk Gaza, juga Tepi Barat, kondisi peperangan di negaranya saat ini yang penuh kehancuran, penderitaan dan pengorbanan merupakan cobaan dan bagian dari rahasia berpuasa dalam bulan Ramadan dengan penuh kesabaran batiniah yang mereka yakini akan mendapat balasan dari Allah SWT. Mereka akan memperoleh kemenangan setelah penuh pengorbanan dan kesabaran menjalani kewajiban berpuasa. Mereka meyakini, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an di Surat Ali Imran Ayat 169, ketika mereka telah gugur sebagai syuhada, sebenarnya mereka tetap hidup di sisi Allah dan mereka diberi rezeki. “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki ”. Dan, dalam Ayat 170 disebutkan bahwa “mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati “.

Baca Juga:  Takwa Puncak Puasa

Yaitu hidup dalam alam yang lain yang bukan alam kita ini, di mana mereka mendapat kenikmatan-kenikmatan di sisi Allah dan hanya Allah sajalah yang mengetahui bagaimana keadaan hidup itu.

Ditinjau dari dua kejadian yang diuraikan tersebut yaitu bencana yang disebabkan fenomena alam dan perbuatan manusia, serta proses peperangan berteknologi tinggi, umat muslim di seluruh dunia, baik di negara yang mayoritas maupun minoritas muslim, yang berada di kawasan antara kutub utara dan kutub selatan dan di wilayah tropis, sebagian besar umat muslim menjalankannya ibadah puasa di bulan Ramadan 1445 H ini dengan penuh kesabaran, walaupun sebagian dengan kondisi penuh kesedihan. Bahkan, mereka tetap berpuasa dengan penuh kesabaran ini dengan keyakinan akan adanya pertolongan Allah SWT walaupun bahan makanan dan air bersih untuk sahur dan berbuka puasa tidak mencukupi, bahkan sangat kurang. Inilah yang dialami saat ini oleh muslim di Gaza, dan dalam kondisi dengan kesulitan sendiri pada sebagian masyarakat Pesisir Selatan yang kampung dan rumah-rumah mereka hancur atau terendam dalam lautan banjir seperti di utara Jawa Tengah. Semoga dengan penuh kesabaran bathiniah mereka menerima cobaan yang sangat berat ini dalam menjalankan ibadah puasa. Kiranya, inilah yang merupakan ujian sebagai bagian dari rahasia puasa.

Akhirnya, saya teringat akan uraian Imam Al Ghazali dalam Ihya Ulumuddin, di mana Allah Ta’ala telah mengaruniai kenikmatan yang amat besar kepada seluruh hamba-Nya, yaitu dengan memberikan suatu amalan yang dapat digunakan untuk menolak tipu muslihat syaithan, untuk mengecewakan angan-angannya dan untuk mematahkan segala usaha busuknya. Amalan yang dimaksudkan itu adalah berupa ibadah puasa. Itulah benteng dan itu pula perisai bagi sekalian kekasih Allah Ta’ala. Ada sebuah hadits dari Rasulullah saw yang berbunyi; “Puasa adalah separuh kesabaran” (Diriwayatkan oleh Tarmidzi dan Ibnu Majah). Allah SwT juga berfirman, “Hanyasanya orang-orang yang sabar itulah dipenuhi pahalanya tanpa ada hitungannya” (S. Zumar, 10). Kesabaran dalam menjalani puasa akan semakin nikmat bila hal itu bersumber dari yang terdapat di dalam hati, bukan karena keinginan pamer atau diketahui pihak lain bahwa ia sedang berpuasa. Bahkan puasa mampu mencegah terjadinya sengketa.

Jelaslah bahwa pahala puasa itu telah melampaui batas perkiraan dan perhitungan. “Hanyasanya orang itu suka meninggalkan kesyahwatannya, makanan serta minumnya untuk berbakti kepada-Ku. Maka puasa itu adalah untuk Aku dan Aku sendiri yang akan memberikan balasannya”, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman (dalam Hadits Qudsi, diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim). Jadi, untuk orang yang berpuasa itu pahalanya benar-benar dipenuhi secukupnya serta dilipat gandakan dengan tidak ada hitungannya lagi. Agaknya patutlah demikian itu dan jelas pula keadaannya, sebab puasa itu untuk Allah Ta’ala sendiri dan mendapat kemuliaan dan kehormatan dengan dinisbahkan untuk Dzatnya sendiri pula.

Guna mencapai kebesaran puasa itu, ada enam rahasia dan syarat batiniah yang harus dipenuhi. Pertama, memejamkan mata dan menahan diri dari leluasanya pandangan kepada sesuatu yang tercela dan dibenci. Kedua, menjaga lidah dari senda gurau dan perkataan yang tak berguna. Ketiga, menahan pendengaran dari segala sesuatu yang dibenci. Keempat, menahan anggota tubuh yang lain-lain dari segala perbuatan dosa. Kelima, jangan terlampau banyak makannya di waktu sudah waktunya berbuka, dan. Keenam, hendaknya setelah berbuka, hatinya masih mempunyai perasaan yang goncang, yakni antara ketakutan pada Allah Ta’ala dengan penuh harapan untuk diterimanya amalan yang dilakukan sehari penuh. Semoga umat muslim mampu memenuhinya dan Allah SwT memberi balasan yang setimpal, Amin.***

Adnan Kasry, Dosen Pascasarjana Unri

Di tengah kondisi cuaca tak menentu akibat perubahan iklim global saat ini, sangat mempengaruhi hubungan manusia dengan manusia, antara manusia dengan lingkungan hidupnya, dan antara manusia dengan Allh Swt, baik yang bersifat positif maupun negatif. Umat muslim di seluruh dunia dengan penuh kegembiraan, bahkan dalam kondisi yang menyedihkan sekalipun, menyambut kedatangan Ramadan dan menunaikan ibadah puasa sesuai dengan kemampuan masing-masing. Berbagai bencana yang menimpa manusia saat ini telah menimbulkan dampak mengerikan dalam banyak bentuk berupa kekeringan, banjir bandang, longsor, banjir rob, puting beliung, kehancuran sumber kehidupan, tempat tinggal, infrastruktur dan kematian. Semuanya terjadi di hampir seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Beberapa hari menjelang Ramadan 1445 H, 7-8 Maret 2024 wilayah pantai barat Sumatra, mulai dari Aceh, Pasaman, Agam, Pesisir Selatan, Mentawai, Padang dan Pesisir Selatan dihantam hujan lebat, banjir bandang dan gelodoh, menyebabkan sekitar 30 orang meninggal dunia dan beberapa orang hilang dan belum ditemukan. Daerah terparah ditimpa bencana adalah di Kabupaten Pesisir Selatan.

Di Ranah Minang, dugaan pemicu bencana adalah curah hujan tertinggi (252 – 275 mm/hari) dan kerusakan hulu Daerah Aliran Sungai (29.774 hektare) yang diperparah alih fungsi lahan dengan luas tutupan pohon periode 2001-2022 di 41 DAS di Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Solok yang bersinggungan dan berhulu di Taman Nasional Kerinci-Seblat (Tempo, 24 Maret 2024). Pada pekan kedua Ramadan, hampir seluruh pulau Jawa, terutama di kawasan sebelah utara (Kudus dan Jepara) mengalami banjir yang menyebabkan sebagian besar wilayah tersebut tergenang air seperti lautan. Kawasan perkotaan, permukiman, pertanian, perikanan, pasar dan berbagai infrastruktur termasuk jalan raya terhenti aktivitasnya. Di kawasan lain di seluruh Indonesia juga mengalami bencana dengan skala yang berbeda.

Kemunculan bencana dahsyat tersebut saat ini oleh para ahli klimatologi, meteorologi dan lingkungan hidup memastikan berasal dari fenomena alam dan perbuatan manusia. Para ahli sampai saat ini belum mampu dengan tingkat kepastian yang akurat meramalkan terjadinya fenomena alam, seperti meletusnya gunung api, munculnya gelombang tsunami sebagai penyebab terjadi bencana. Tetapi, para ahli tersebut dan para ilmuwan lain telah mampu memberikan data dan analisis yang sangat akurat terkait dengan emisi gas rumah kaca (GRK) yang menyebabkan terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim sebagai hasil dari perbuatan manusia dan berdampak terhadap kehidupan makhluk hidup, khususnya manusia.

Hal ini telah diperingatkan Allah SwT dalam firmannya: “ Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) “ (S. Ar Ruum 21:41).

Hanya saja, banyak di antara manusia tidak menyadari bahkan banyak pemimpin negara maju tidak mengakui penyebab bencana tersebut disebabkan terutama oleh perbuatan manusia. Keingkaran terhadap munculnya bencana tersebut dikarenakan lebih mementingkan kelangsungan dan peningkatan perekonomian mereka yang dijalankan melalui pemanfaatan bahan bakar fosil (BBF) yaitu minyak bumi dan gas serta batubara sebagai sumber energi utama menggerakkan mesin-mesin industri, transportasi dan kebutuhan hidup manusia lainnya sebagai penghasil utama emisi gas rumah kaca.

Di samping bencana alam yang melanda sebagian besar dunia yang disebabkan oleh ulah manusia berupa peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) yang menimbulkan perubahan iklim, di sebagian wilayah dunia mengalami kerusakan akibat peperangan yang berdampak besar bagi kehidupan manusia dalam bentuk kehancuran lingkungan dan sumber daya alamnya, sumber pangan, berbagai ekosistem, perumahan, permukiman, sarana rumah ibadah, rumah sakit, sarana air bersih dan berbagai infrastruktur yang menjadi urat nadi kehidupan manusia seperti jalan, jembatan, gedung-gedung pemerintahan dan pendidikan, pusat-pusat kajian ilmiah dan industri, dan sebagainya. Kondisi yang sangat parah saat ini menimpa beberapa negara akibat peperangan antara Rusia dan Ukraina, Palestina (Hamas) dan Israel, Myanmar dan penentangnya, beberapa negara di Afrika dan terakhir antara pendukung Palestina (Hamas) di Yaman, Yordania, Irak dengan Amerika Serikat, Inggris dan Perancis serta di Amerika Tengah (Haiti).

Baca Juga:  Mengetuk Gerbang Langit

Bila diikuti dan diamati berbagai siaran media pekabaran (TV, Surat Kabar, Medsos, dll) yang semakin canggih, cepat dan akurat ditemukan setiap hari, sudah ratusan ribu manusia yang tewas, luka-luka, dan tak terhitung besarnya kehancuran infrastruktur yang menimbulkan penderitaan manusia tiada terperikan dan tidak masuk akal di sebagian besar wilayah sengketa tersebut. Senjata peperangan tidak lagi hanya mengandalkan senapan otomatis, senapan mesin, mortir, meriam, dan tank, tetapi menggunakan senjata pembunuh bernama drone dengan teknologi buatan (AI) yang canggih dan presisi sesuai dengan keinginan operatornya tanpa dia terlibat langsung secara fisik.

Secara khusus, drone yang dioperasikan tentara Israel dengan bantuan utama sekutunya Amerika Serikat sangat-sangat berhasil menghancurkan sarana dan prasarana Jalur Gaza Palestina (gedung-gedung, perumahan, rumah sakit, sarana air bersih, jalan, dll) dan membunuh tanpa pilih bulu terutama perempuan dan anak-anak penduduk Gaza yang tidak bersenjata. Israel sungguh sudah membalas kekalahannya diserang Hamas lebih dahulu dengan membabi buta tanpa rasa kemanusiaan, berkat bantuan dan dukungan Amerika Serikat sekutunya. Sudah lebih dari 13.500 orang penduduk Gaza terbunuh saat ini (19/03/2024) sejak invasi Israel ke Jalur Gaza, dan ratusan orang tewas di Tepi Barat Palestina.

Kita terhenyak dengan penderitaan rakyat Palestina di Jalur Gaza dan juga di Tepi Barat saat ini yang sebagian besar sedang menjalankan ibadah Ramadan, karena Netanyahu Perdana Menteri Israel bertindak seenaknya perut kesetanan dalam mencapai ambisinya menghabisi prajurit Hamas dan menyengsarakan dan mengusir penduduk Gaza dari rumah dan kampungnya ke Rafah yang sempit dan padat dengan satu setengah juta pengungsi dari kawasan lain. Bahkan, terakhir dalam Ramadan ini Netanyahu mau menyerang Rafah dengan dalih menghabisi Hamas. Netanyahu bertindak kejam dan bengis tanpa memperdulikan protes masyarakat dunia, maupun dari sekutunya sendiri di Eropa dan Amerika bahkan dari organisasi utama Yahudi Amerika Serikat. Netanyahu tidak lagi mampu mengendalikan hawa nafsunya, tak perduli dengan kutukan dari siapa pun. Inilah yang menjadi pangkal dari malapetaka di Israel dan Palestina

Bagi penduduk Gaza, sebenarnya dalam bentuk menahan diri dari makan dan minum sejak diinvasi Israel sudah menjalani “puasa” karena kekurangan dan ketiadaan bahan makanan dan air bersih untuk MCK, mandi dan beribadah. Bantuan makanan, air bersih, kesehatan dan bahan bakar yang didonasikan dari berbagai bangsa di dunia, dihambat bahkan dilarang masuk ke Gaza oleh Israel. Droping kebutuhan masyarakat Gaza yang sedang kelaparan lewat udara dari Lebanon tidak memadai dan tidak efisien. Tetapi, masyarakat Gaza tak bergeming dengan ancaman Israel dan sekutunya menggunakan teori kelaparan dan untuk memindahkan dan menghabisi mereka karena keyakinan penduduk Gaza yang sebagian besar muslim.

Kematian mempertahankan negeri, harta, martabat dan keluarga mereka yakini merupakan hasil yang paling mereka inginkan sebagai jalan kembali pulang menghadap Ilahi sebagai syuhada. Bagi penduduk Gaza, juga Tepi Barat, kondisi peperangan di negaranya saat ini yang penuh kehancuran, penderitaan dan pengorbanan merupakan cobaan dan bagian dari rahasia berpuasa dalam bulan Ramadan dengan penuh kesabaran batiniah yang mereka yakini akan mendapat balasan dari Allah SWT. Mereka akan memperoleh kemenangan setelah penuh pengorbanan dan kesabaran menjalani kewajiban berpuasa. Mereka meyakini, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an di Surat Ali Imran Ayat 169, ketika mereka telah gugur sebagai syuhada, sebenarnya mereka tetap hidup di sisi Allah dan mereka diberi rezeki. “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki ”. Dan, dalam Ayat 170 disebutkan bahwa “mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati “.

Baca Juga:  Utamanya Bulan Suci Ramadan

Yaitu hidup dalam alam yang lain yang bukan alam kita ini, di mana mereka mendapat kenikmatan-kenikmatan di sisi Allah dan hanya Allah sajalah yang mengetahui bagaimana keadaan hidup itu.

Ditinjau dari dua kejadian yang diuraikan tersebut yaitu bencana yang disebabkan fenomena alam dan perbuatan manusia, serta proses peperangan berteknologi tinggi, umat muslim di seluruh dunia, baik di negara yang mayoritas maupun minoritas muslim, yang berada di kawasan antara kutub utara dan kutub selatan dan di wilayah tropis, sebagian besar umat muslim menjalankannya ibadah puasa di bulan Ramadan 1445 H ini dengan penuh kesabaran, walaupun sebagian dengan kondisi penuh kesedihan. Bahkan, mereka tetap berpuasa dengan penuh kesabaran ini dengan keyakinan akan adanya pertolongan Allah SWT walaupun bahan makanan dan air bersih untuk sahur dan berbuka puasa tidak mencukupi, bahkan sangat kurang. Inilah yang dialami saat ini oleh muslim di Gaza, dan dalam kondisi dengan kesulitan sendiri pada sebagian masyarakat Pesisir Selatan yang kampung dan rumah-rumah mereka hancur atau terendam dalam lautan banjir seperti di utara Jawa Tengah. Semoga dengan penuh kesabaran bathiniah mereka menerima cobaan yang sangat berat ini dalam menjalankan ibadah puasa. Kiranya, inilah yang merupakan ujian sebagai bagian dari rahasia puasa.

Akhirnya, saya teringat akan uraian Imam Al Ghazali dalam Ihya Ulumuddin, di mana Allah Ta’ala telah mengaruniai kenikmatan yang amat besar kepada seluruh hamba-Nya, yaitu dengan memberikan suatu amalan yang dapat digunakan untuk menolak tipu muslihat syaithan, untuk mengecewakan angan-angannya dan untuk mematahkan segala usaha busuknya. Amalan yang dimaksudkan itu adalah berupa ibadah puasa. Itulah benteng dan itu pula perisai bagi sekalian kekasih Allah Ta’ala. Ada sebuah hadits dari Rasulullah saw yang berbunyi; “Puasa adalah separuh kesabaran” (Diriwayatkan oleh Tarmidzi dan Ibnu Majah). Allah SwT juga berfirman, “Hanyasanya orang-orang yang sabar itulah dipenuhi pahalanya tanpa ada hitungannya” (S. Zumar, 10). Kesabaran dalam menjalani puasa akan semakin nikmat bila hal itu bersumber dari yang terdapat di dalam hati, bukan karena keinginan pamer atau diketahui pihak lain bahwa ia sedang berpuasa. Bahkan puasa mampu mencegah terjadinya sengketa.

Jelaslah bahwa pahala puasa itu telah melampaui batas perkiraan dan perhitungan. “Hanyasanya orang itu suka meninggalkan kesyahwatannya, makanan serta minumnya untuk berbakti kepada-Ku. Maka puasa itu adalah untuk Aku dan Aku sendiri yang akan memberikan balasannya”, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman (dalam Hadits Qudsi, diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim). Jadi, untuk orang yang berpuasa itu pahalanya benar-benar dipenuhi secukupnya serta dilipat gandakan dengan tidak ada hitungannya lagi. Agaknya patutlah demikian itu dan jelas pula keadaannya, sebab puasa itu untuk Allah Ta’ala sendiri dan mendapat kemuliaan dan kehormatan dengan dinisbahkan untuk Dzatnya sendiri pula.

Guna mencapai kebesaran puasa itu, ada enam rahasia dan syarat batiniah yang harus dipenuhi. Pertama, memejamkan mata dan menahan diri dari leluasanya pandangan kepada sesuatu yang tercela dan dibenci. Kedua, menjaga lidah dari senda gurau dan perkataan yang tak berguna. Ketiga, menahan pendengaran dari segala sesuatu yang dibenci. Keempat, menahan anggota tubuh yang lain-lain dari segala perbuatan dosa. Kelima, jangan terlampau banyak makannya di waktu sudah waktunya berbuka, dan. Keenam, hendaknya setelah berbuka, hatinya masih mempunyai perasaan yang goncang, yakni antara ketakutan pada Allah Ta’ala dengan penuh harapan untuk diterimanya amalan yang dilakukan sehari penuh. Semoga umat muslim mampu memenuhinya dan Allah SwT memberi balasan yang setimpal, Amin.***

Adnan Kasry, Dosen Pascasarjana Unri

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Belajar Jujur dari Puasa Ramadan

Cermin Ramadan

Takwa Puncak Puasa

Puasa dan Kepekaan Sosial

Tiga Makna Titah Kewajiban Puasa

Tak Dapat Buat Bekawan

Gembira Sejati dan Palsu

Abrasi Moral di Era Digital

Ilmu dan Ibadah

Puasa dan Kepekaan Sosial

Tiga Makna Titah Kewajiban Puasa

Tak Dapat Buat Bekawan

Gembira Sejati dan Palsu

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari