Site icon Riau Pos

RUU Ketahanan Keluarga Dinilai Terlalu Atur Urusan Privat

ruu-ketahanan-keluarga-dinilai-terlalu-atur-urusan-privat

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga langsung menyulut kontroversi di tengah publik. RUU tersebut dinilai terlalu mengatur hal privat dalam urusan keluarga. Mulai tugas suami, istri, hingga kewajiban negara membentuk lembaga khusus untuk mengurus penyimpangan seksual dalam suatu keluarga.

RUU itu diusulkan lima anggota DPR lintas fraksi. Yaitu, Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani dari Fraksi PKS, Sodik Mudjahid dari Fraksi Gerindra, Ali Taher Parasong dari Fraksi PAN, serta Endang Maria Astuti asal Fraksi Golkar.

Ada beberapa pasal yang disorot dalam RUU tersebut. Tugas suami dan istri, misalnya. Klausul itu tertuang dalam pasal 33. Kewajiban istri, antara lain, mengatur urusan rumah tangga. Dalam pasal itu, istri juga wajib memenuhi hak-hak suami sesuai dengan norma agama dan etika sosial.

Hal privat lain yang harus diurus negara terdapat pada pasal 33 ayat (2). Yakni, rumah harus memiliki ruang tidur yang tetap dan terpisah antara orang tua dan anak serta terpisah antara anak laki-laki dan anak perempuan.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi mengakui RUU Ketahanan Keluarga adalah inisiatif anggota DPR. Dia menyatakan, RUU tersebut saat ini masih masuk tahap penjelasan pengusul ke baleg. ’’Karena inisiatif anggota, pengajuan dan pengharmonisasian draf RUU dilakukan di baleg,’’ kata Achmad Baidowi.

Saat ini draf RUU tersebut dibahas di panitia kerja (panja) baleg. Termasuk kemungkinan dikompilasi dengan draf RUU lain yang memiliki kemiripan. Di antaranya, RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak serta RUU Kependudukan dan Keluarga Nasional.

Netty Prasetiyani, salah seorang pengusul RUU Ketahanan Keluarga, mengaku tidak bermasalah jika beleid tersebut menimbulkan reaksi publik. Dia menilai pro dan kontra di publik justru bagus untuk memaksimalkan pembahasan agar regulasi berkualitas. "Justru kita terbantu dengan sikap publik seperti ini," ujarnya.

Netty pun meminta masyarakat untuk membaca secara detail keseluruhan isi draf RUU Ketahanan Keluarga. Prinsipnya, RUU tersebut diklaim sebagai sarana untuk menciptakan keluarga tangguh.

Menurut dia, tujuan pengusulan RUU tersebut didasari fakta empiris terkait dengan kerentanan keluarga Indonesia yang sangat memprihatinkan. Kerentanan itu, jelas dia, tecermin dari angka kematian ibu yang masih tinggi. Dari 100 ribu kelahiran, ada 305 ibu yang meninggal. Itu sesuai dengan hasil survei pada sensus 2015. "Ini berarti dari 100 ribu kelahiran, ada 305 bayi yang kehilangan sosok ibu," tutur politikus PKS tersebut.

Anggota Golkar Menarik Diri

Sementara itu, anggota Fraksi Golkar Endang Maria menarik diri sebagai salah seorang pengusul RUU Ketahanan Keluarga. Endang mengatakan, dirinya terlibat menjadi pengusul RUU tersebut sebagai pribadi anggota DPR, bukan atas nama Fraksi Golkar. "Itu usul pribadi sebagai anggota dan memang sudah ditarik," ujarnya.

Endang menyampaikan alasan dirinya ikut mengusulkan RUU karena dipicu tingginya masalah kekerasan seksual, pemerkosaan, narkoba, hingga miras. Perilaku para remaja hingga anak-anak ke arah seks bebas juga menjadi kekhawatirannya. "Sebetulnya itu yang memprihatinkan pribadi saya," ucapnya.

Kapoksi Baleg Fraksi Golkar Nurul Arifin menyebut pihaknya kecolongan. Sebab, salah seorang anggotanya, Endang Maria, tiba-tiba menjadi pengusul RUU Ketahanan Keluarga. Menurut dia, yang bersangkutan sama sekali tidak berkonsultasi dengan fraksi. "Fraksi Partai Golkar merasa kecolongan. Seharusnya dia (Endang Maria, Red) berkonsultasi dan presentasi kepada fraksi sebelum menjadi pengusung suatu RUU," kata Nurul Arifin.

Dia menyampaikan, Endang telah dipanggil Ketua Fraksi Golkar Kahar Muzakir untuk dimintai klarifikasi. Pihaknya mengaku berkeberatan dengan RUU tersebut karena dinilai mengurusi urusan privat sebuah keluarga. Peran negara terhadap kesejahteraan rakyat, ujar dia, sudah dilakukan dalam berbagai program. Di antaranya, Program Indonesia Pintar, Program Keluarga Harapan, sampai BPJS Kesehatan. "Tidak seharusnya urusan domestik cara mengurus keluarga diintervensi negara. Setiap keluarga, bahkan setiap anak, memiliki entitas masing-masing," imbuh wakil ketua umum Golkar itu.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal

Exit mobile version