Site icon Riau Pos

Remaja Tega Bunuh Balita, Psikiater: Ada Kerusakan Pada Saraf Otak

remaja-tega-bunuh-balita-psikiater-ada-kerusakan-pada-saraf-otak

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Baru-baru ini diberitakan seorang anak remaja 15 tahun dengan sadis tega membunuh seorang balita 5 tahun di Sawah Besar, Jakarta Pusat. Tindakan tragis itu lantaran dipicu hobi pelaku yang gemar menonton film horor.

Psikiater dari RS Jiwa dr.H.Marzoeki Mahdi Bogor dan RS SILOAM Bogor dr.Lahargo Kembaren, SpKJ menjelaskan bahwa sebuah perilaku kekerasan atau agresivitas adalah sebuah proses kompleks yang terjadi di dalam otak. Apa yang terjadi dalam otak adalah proses neurobiologi yang menyebabkan suatu perilaku kekerasan terjadi.

Lahargo menjelaskan, ada dua bagian otak yang bisa menentukan tindakan seseorang. Dua bagian itu adalah Top Down (brake/rem) yaitu bagian otak di area pre frontal cortex yang berfungsi sebagai pembuat keputusan atau kontrol diri, dan Bottom Up (Drive/gas) yang merupakan bagian otak di daerah amigdala yang berfungsi sebagai pusat emosi dan perilaku.

“Di dalam area otak ini terdapat struktur, sirkuit saraf, neurotransmiter (zat kimia di otak) dan proses fisiologisnya,” kata Lahargo, Senin (9/3).

Menurutnya, kerusakan pada sirkuit saraf di otak ini dapat menyebabkan terjadinya kegagalan pada dua area otak tersebut. Bagian otak pre frontal cortex gagal menjalankan fungsinya mengontrol perilaku dan kontrol diri. Sementara, bagian otak amigdala menjadi hiper responsif sehingga sedikit pemicu saja bisa langsung membuat orang emosi. “Ini semua yang kemudian berujung pada terjadinya sebuah perilaku kekerasan dan agresivitas,” tegasnya.

Lahargo memaparkan, ada beberapa hal yang dapat menyebabkan sirkuit otak terganggu sehingga memunculkan perilaku kekerasan. Faktor genetik dalam keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan bisa menjadi salah satu penyebabnya.  Beberapa faktor lainnya adalah adanya tumor otak, trauma kepala, gangguan metabolik, penyakit fisik, alkohol, narkoba. Dalam kasus pembunuhan di atas, paparan media mengenai kekerasan, film, games, tontonan YouTube, TV, medsos, dan lainnya disebut Lahargo bisa menjadi salah satu pemicunya.

“Adanya perilaku itu menunjukkan bahwa ada sistem yang tidak pas pada anak ini, sehingga perlu dilakukan intervensi segera agar tidak menimbulkan hal yang membahayakan lainnya,” ujar Lahargo.

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-V), beberapa gangguan kejiwaan yang ditandai adanya agresivitas pada anak antara lain:

 

1. Oppositional defiant disorder (ODD)
Pola suasana hati marah, mudah tersinggung, perilaku argumentatif, menantang dan dengki yang berlangsung enam bulan atau lebih.

 

2. Conduct disorder (CD)
Pola perilaku persisten atau menetap yang melanggar hak orang lain dan aturan, seperti intimidasi, pencurian, bolos dari sekolah, lari dari rumah.

 

3. Disruptive mood dysregulation disorder (DMDD)
Ditandai oleh adanya ledakan kemarahan yang sering terjadi dan suasana hati yang mudah tersinggung atau depresi hampir sepanjang waktu.

 

4. Psikosis
Gangguan penilaian realitas, tidak bisa membedakan mana yg nyata dan khayalan, ditandai dengan adanya halusinasi (mendengar suara bisikan, melihat bayangan), delusi (ide atau pikiran yang salah dan tidak sesuai kenyataan).

 

5. Bipolar
Gangguan mood yang ditandai dengan perubahan mood ekstrim dari senang berlebihan (episode manik) menjadi sedih berlebihan (episode depresi).

 

6. Depresi Mayor
Gangguan mood yang ditandai dengan kesedihan, mudah tersinggung, tidak semangat, energi berkurang, gangguan pola tidur dan makan, konsentrasi yang menurun dan banyak pikiran tentang kematian.

 

7. Anti Sosial
Sebuah ciri kepribadian dengan gejala seperti sering mengabaikan dan melanggar hak orang lain, tidak memiliki empati atau rasa kasihan pada orang lain, tidak mawas diri, merasa lebih hebat dari orang lain, dan manipulatif.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman

Exit mobile version