Site icon Riau Pos

Haris-Fatia Divonis Bebas

Terdakwa Direktur Lokataru Haris Azhar didampingi mantan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti mengepalkan tangan usai sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin (8/1/2024). (MIFTAHUL HAYAT/JPG)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pencemaran nama baik Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan yang dialamatkan kepada Haris Azhar serta Fatia Maulidiyanti tidak terbukti. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) membebaskan Haris dan Fatia dari seluruh dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Atas putusan tersebut, Tim Penasihat Hukum Haris-Fatia menegaskan bahwa kritik terhadap pejabat publik bukan perbuatan melawan hukum. Putusan tersebut dibacakan oleh Hakim Ketua Cokorda Gede Arthana bersama Hakim Anggota Djohar Arifin dan Agam Syarief Baharudin.

Setelah melalui persidangan panjang yang memakan waktu lebih kurang delapan bulan, mereka menyatakan bahwa Haris dan Fatia tidak bersalah atas dakwaan dan tuntutan sebagaimana disampaikan oleh JPU. ”Menyatakan terdakwa Fatia Maulidiyanti tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan penuntut umum,” ungkap Gede Arthana.

Vonis yang sama juga berlaku untuk Haris. Dalam putusannya majelis hakim menyatakan bahwa Haris tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan JPU. Baik dakwaan pertama, dakwaan kedua primer, dakwaan kedua subsider, maupun dakwaan ketiga. ”Membebaskan terdakwa Haris Azhar dari segala dakwaan,” kata hakim ketua. Putusan itu juga dibarengi dengan perintah untuk memulihkan hak dan martabat Haris – Fatia.

Lewat sidang di PN Jaktim, JPU menurut Haris dan Fatia telah melanggar  Pasal 27 Ayat (3) juncto Pasal 45 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1. Mereka menuntut Haris dengan hukuman empat tahun penjara dan Fatia dengan hukuman tiga setengah tahun penjara. Namun tuntutan tersebut ditolak oleh majelis hakim.

Menurut majelis hakim, yang dilakukan oleh Haris dan Fatia bukan pencemaran nama baik, termasuk dengan sebutan lord yang dialamatkan kepada Luhut. Majelis hakim menilai bahwa sebutan itu sudah sering digunakan oleh khalayak dan media massa.

Lebih dari itu, mereka menilai bahwa lord bukan konotasi buruk, jelek, maupun hinaan terhadap kondisi fisik atau psikis seseorang. Malahan kata tersebut merujuk pada status atau posisi seseorang yang berhubungan dengan kedudukannya.

Sebagai Menko Marves, Luhut seringkali mendapat tugas tambahan dari Presiden Joko Widodo. Utamanya dalam menjalankan tugas-tugas khusus seperti penanggulangan Covid-19 yang sempat melanda Indonesia. Karena itu, majelis hakim menilai bahwa sebutan lord yang ditujukan kepada Luhut tidak dimaksudkan untuk menghina atau mencemarkan nama baik.

Berkaitan dengan substansi siniar yang mengulas hasil kajian cepat, majelis hakim menilai bahwa siniar itu juga tidak melanggar hukum. Bahkan majelis hakim menyatakan tidak ada seorang pun yang boleh dihukum karena apa yang dipikirkannya.

Atas putusan tersebut, JPU menyatakan akan pikir-pikir dulu sebelum mengambil langkah lanjutan. Sementara Haris, Fatia, dan tim kuasa hukum menerima putusan itu.

Usai sidang, Haris menyatakan bahwa putusan tersebut merupakan buah kerja keras banyak pihak. Utamanya tim kuasa hukum, keluarga, serta gerakan sosial yang tidak berhenti menyuarakan perkara tersebut. ”Menurut saya ini adalah gerakan sosial yang paling termanifestasi dengan sangat baik di ruang pengadilan,” kata Haris.

Berbulan-bulan menjalani proses hukum, Haris menyebut, dukungan dari semua pihak kepada dirinya dan Fatia merupakan bentuk aktivisme pengadilan yang berpihak pada hak asasi manusia, lingkungan hidup, dan masyarakat adat.

Selain argumentasi hukum, bukti, dan fakta yang dihadirkan oleh tim kuasa hukum di ruang sidang, dukungan untuk Haris dan Fatia di luar ruang sidang juga mengalir deras. Sampai sidang putusan kemarin, tidak sedikit perwakilan organisasi dan kelompok masyarakat yang menyampaikan orasi dukungan di depan PN Jaktim.

Serupa dengan Haris, Fatia mengapresiasi kerja keras semua pihak selama proses hukum di PN Jaktim berjalan. Sambil menahan tangis, Fatia menyatakan bahwa dirinya sempat tidak kuat melalui proses tersebut.

Namun, Haris dan berbagai gerakan sosial di luar ruang sidang menguatkan mantan koordinator KontraS tersebut. ”Kepada seluruh masyarakat, kepada seluruh gerakan sosial yang ada di luar. Yang benar-benar sudah berjerih payah, selalu bersolidaritas, saya harap solidaritas itu tidak hanya berhenti di kami berdua,” ucap Fatia.

Menurut dia, putusan kemarin menegaskan bahwa semua pihak setara di mata hukum. M Isnur sebagai ketua tim kuasa hukum Haris – Fatia menyampaikan bahwa putusan kemarin tidak lepas dari perjuangan kliennya.

Sejak awal, Haris dan Fatia tidak mundur sejengkal pun untuk menghadapi tudingan pencemaran nama baik yang dilayangkan oleh Luhut. ”Ini menjadi contoh kepada rakyat Indonesia, para aktivis, mahasiswa, pelajar, jurnalis, dan lainnya untuk tidak takut berbicara, untuk tidak takut menyampaikan kritik dan pendapat,” ujarnya.

Selain itu, Isnur juga mengapresiasi majelis hakim yang sudah menerima seluruh argumen tim kuasa hukum Haris – Fatia. Menurut dia, putusan yang dibacakan oleh majelis hakim kemarin sangat jelas dan tegas.

”Bahwa yang mereka sampaikan adalah kebenaran, yang mereka sampaikan adalah fakta, yang mereka sampaikan adalah kebebasan berpendapat dan berekspresi yang itu adalah bagian dari jaminan untuk semua orang,” bebernya. Dia pun memastikan akan tetap mempertahankan argumen tersebut.

Sementara itu, Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan memberikan respons terkait vonis bebas terhadap Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Luhut menuturkan menghormati putusan pengadilan tersebut.  ”Setiap putusan pengadilan adalah wujud proses hukum yang harus kita hormati,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya.

Namun begitu, Luhut menyayangkan sejumlah fakta dan bukti yang dikesampingkan oleh hakim.  “Ada beberapa fakta dan bukti yang selama persidangan nampaknya dikesampingkan,” ujarnya.

Dia percaya bahwa setiap aspek dan fakta suatu kasus hukum haruslah dipertimbangkan dengan seksama untuk mencapai keputusan yang adil dan bijaksana. “Untuk selanjutnya, kami percayakan ke jaksa penuntut umum atas proses yang akan ditempuh selanjutnya,” jelasnya.

Diharapkan proses hukum dapat berjalan lebih transparan dan akuntabel demi keadilan serta kebenaran. “Saya mengajak semua pihak untuk menunggu setiap proses dengan sabar,” terangnya.

Di tempat terpisah, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat memvonis Rafael Alun Trisambodo 14 tahun penjara. Keputusan itu sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK. Sebelum sidang di akhiri, Rafael nyatakan pikir-pikir dengan vonis itu.

Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat Suparman Nyompa menjatuhkan pidana 14 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta. “Dan jika tidak dibayar diganti penjara selama tiga bulan,” ucapnya membacakan putusan dan kemarin.

Majelis juga menjatuhkan pidana tambahan bagi Rafael. Berupa uang pengganti sebesar Rp10.079.095.519, yang harus dia bayarkan dalam kurun satu bulan. Dan jika harta bendanya tidak mencukupi, maka diganti dengan kurungan badan selama tiga tahun.

Vonis Rafael yang dibacakan Suparman itu sebenarnya lebih ringan dibandingkan tuntutan JPU KPK pada 11 Desember 2023. Saat itu, jaksa meminta Rafael mengganti pidana denda sebesar Rp1 miliar. Serta uang pengganti senilai Rp18,9 miliar.

Korting vonis denda dan uang pengganti itu lantaran Hakim menilai beberapa dakwaan JPU KPK mengenai gratifikasi tak terbukti. Di antaranya penerimaan dari PT Cubes Cunsulting, PT Cahaya Kalbar, dan PT Krisna Bali International Cargo. Hakim menilai, transaksi duit ke Rafael murni berkaitan dengan bisnis. Bukan terkait jabatannya sebagai pejabat pajak.

Gratifikasi yang diterima Rafael baru terbukti di PT ARME. Rafael diduga menerima uang sebesar Rp10 Miliar dari perusahaan yang salah komisarisnya dipegang oleh istrinya, Ernie Meike Torondek. Selain gratifikasi, Rafael juga terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Yang dia rupakan dalam bentuk sejumlah aset. Di antaranya tempat usaha dan kendaraan.

Hakim menilai Rafael terbukti sebagaimana dakwaan kesatu. Yakni melanggar Pasal 12 B Juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Dakwaan kedua TPPU, melanggar Pasal 3 Ayat (1) huruf a dan c UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang TPPU juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Serta dakwaan ketiga TPPU, melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Sebelum sidang selesai, Rafael menyatakan pikir-pikir atas vonis yang dijatuhkan padanya. Pun dengan dengan JPU KPK yang menyatakan sama. Pikir-pikir atas vonis yang disampaikan Hakim.

Terpisah, Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu turut menanggapi vonis Rafael. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti menyatakan bahwa pihaknya menghormati proses hukum yang berlaku dan vonis yang diberikan kepada Rafael yang notabene merupakan mantan pegawai DJP.

’’Apapun keputusan hakim didasarkan pada data dan bukti yang ada. Saya sampaikan bahwa kami sangat menghargai proses yang saat ini sedang berlangsung,’’ ujarnya pada media briefing, kemarin (8/1).

Dwi memastikan DJP akan terus menjaga integritas dan kode etik yang berlaku di Kemenkeu.
Siapapun yang terbukti melakukan pelanggaran akan ditindak sesuai peraturan. ’’Tentu saja kami tetap konsisten menjaga integritas kami. Siapapun, tanpa pandang bulu, yang memang melanggar, akan diproses sesesuai dengan ketentuan yang berlaku,’’ tegasnya.

Vonis yang dijatuhkan Rafael di Pengadilan Tipikor kemarin, menggenapi rasa puas publik. Setelah sang anak, Mario divonis 12 tahun oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada 7 September 2023 lalu. Kini, bapak anak itu bakal meringkuk di jeruji besi, untuk menjalani tanggung jawabnya sebagai terpidana.(elo/dee/idr/syn/jpg)

Exit mobile version