Sabtu, 26 April 2025
spot_img

Bahas Pengelolaan Limbah B3,  LAMR Segera Menghadap Presiden

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) mendesak pemerintah memberi kesempatan kepada daerah untuk mengelola limbah B3 baik padat maupun cair, tanah terkontaminasi minyak (TTM) dan lain-lain di Provinsi Riau sehingga benar-benar bisa dimanfaatkan untuk daerah dan masyarakat adat tempatan.

“Serahkanlah persoalan pengelolaannya kepada daerah, kami (daerah, red) sanggup mengelolanya. Intinya pemerintah atau presiden, limpahkan ini ke daerah, pajak, royalti dan lain-lain ke negara tetap dibayar. Tidak perlu semuanya diambil Jakarta. Jangan sampai limbah pun daerah tidak diberi kesempatan mengelolanya,” kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR Datuk Seri Syahril Abubakar, di Balai Adat Melayu Riau, Rabu (11/11/2020).

Dalam hal ini juga termasuk penggantian pipa 400-500 km eks Chevron di mana disinyalir PT Pertamina maupun PT Pertamina Gas (Pertagas) tidak memandang masyarakat adat.

“Mereka membagi-bagi proyek dan kegiatan di negeri kami, tanpa assamualaikum atau kulonuwun. Kami ingatkan kepada perusahaan tersebut, negeri ini ada tuannya, negeri ini negeri beradat, dan itu dilindungi oleh undang undang,” tegas  Syahril Abubakar dalam siaran pers yang diterima Riaupos.co.

Sehari sebelumnya, Selasa (10/11/2020), Syahril bersama sejumlah pengurus LAMR antara lain Timbalan Ketua Umum DPH LAMR Datuk Asral Rahman, anggota MKA LAMR Datuk Tarlaili, Ketua DPH LAMR Datuk Jonnaidi Dasa, Sekretaris DPH Datuk Mustafa Haris, dan Bendahara DPH LAMR Datuk Anton Suryaatmaja menerima kunjungan silaturahmi Ketua LAMR Kawasan Mandau Datuk H Fakhruddin dan Ketua LAMR Kecamatan Mandau Datuk H Repol beserta  rombongan. 

Baca Juga:  Adaptasi dan Transformasi, AXA Mandiri Catat Kinerja Positif di 2020

Dalam kunjungannya ke LAMR, LAMR Kawasan Mandau dan Kecamatan Mandau mengadukan berbagai persoalan salah satunya mengenai pengelolaan limbah B3 eks PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).

Syahril Abubakar mengatakan, LAMR segera menghadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) Datuk Seri Setia Amanah Negara untuk menyampaikan persoalan pengelolaan limbah B3 di Provinsi Riau ini.

“Kami akan membawa elemen-elemen di daerah untuk bersama-sama menghadap Presiden,” kata  Syahril.

LAMR juga meminta pihak Departemen Keuangan RI melakukan moratorium dan mendudukkan dulu persoalan pengelolaan limbah B3 ini bersama daerah dalam hal ini bersama Pemerintah Daerah, DPRD, dan LAMR dan masyarakat adat.

Menurut Syahril, jika daerah melalui perusahaan yang ada baik perusahaan daerah (BUMD) atau Badan Usaha Milik Adat (BUMA) yang dibentuk LAMR diberi kesempatan mengelola limbah ini akan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), menciptakan lapangan kerja, dan akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Apalagi hari ini daerah tergerus anggarannya.

Baca Juga:  IKPI Samakan Persepsi Konsultan Pajak

“Omzet TTM hampir Rp8-10 triliun berikanlah kepada daerah dan 20 juta metrik ton merupakan racun yang terpendam yang setiap dapat menyerang. Kami masyarakat adat yang akan menjadi korban karena limbah-limbah itu ada di kampung dan tanah-tanah ulayat kita,” ujarnya.

Syahril juga menyebutkan mengenai persoalan besi tua (scrab) eks PT CPI di Mandau dan sekitarnya yang mempunyai nilai ekonomi dilelang oleh Direktorat Jendral Keuangan Negara (DJKN). Persoalannya, di samping nilai lelang periode ini di atas Rp5 miliar (Rp12 miliar) di mana aturannya harus memakai perusahaan berbadan hukum, namun pada kenyataannya dimenangkan oleh orang pribadi. 

Selain itu, disinyalir besi tua yang dikeluarkan dari CPI tersebut tidak sesuai bahkan melebihi tonase dari daftar list yang dilelang. Syahril meminta kepada pihak PT CPI dan pemerintah untuk menyerahkan kewenangan pengangkutan dan penjualan besi tua ini kepada daerah dan ninik mamak masyarakat adat tempatan.

Editor: Hary B Koriun

 

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) mendesak pemerintah memberi kesempatan kepada daerah untuk mengelola limbah B3 baik padat maupun cair, tanah terkontaminasi minyak (TTM) dan lain-lain di Provinsi Riau sehingga benar-benar bisa dimanfaatkan untuk daerah dan masyarakat adat tempatan.

“Serahkanlah persoalan pengelolaannya kepada daerah, kami (daerah, red) sanggup mengelolanya. Intinya pemerintah atau presiden, limpahkan ini ke daerah, pajak, royalti dan lain-lain ke negara tetap dibayar. Tidak perlu semuanya diambil Jakarta. Jangan sampai limbah pun daerah tidak diberi kesempatan mengelolanya,” kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR Datuk Seri Syahril Abubakar, di Balai Adat Melayu Riau, Rabu (11/11/2020).

Dalam hal ini juga termasuk penggantian pipa 400-500 km eks Chevron di mana disinyalir PT Pertamina maupun PT Pertamina Gas (Pertagas) tidak memandang masyarakat adat.

“Mereka membagi-bagi proyek dan kegiatan di negeri kami, tanpa assamualaikum atau kulonuwun. Kami ingatkan kepada perusahaan tersebut, negeri ini ada tuannya, negeri ini negeri beradat, dan itu dilindungi oleh undang undang,” tegas  Syahril Abubakar dalam siaran pers yang diterima Riaupos.co.

Sehari sebelumnya, Selasa (10/11/2020), Syahril bersama sejumlah pengurus LAMR antara lain Timbalan Ketua Umum DPH LAMR Datuk Asral Rahman, anggota MKA LAMR Datuk Tarlaili, Ketua DPH LAMR Datuk Jonnaidi Dasa, Sekretaris DPH Datuk Mustafa Haris, dan Bendahara DPH LAMR Datuk Anton Suryaatmaja menerima kunjungan silaturahmi Ketua LAMR Kawasan Mandau Datuk H Fakhruddin dan Ketua LAMR Kecamatan Mandau Datuk H Repol beserta  rombongan. 

Baca Juga:  Lamborghini Aventador ke Sepuluh Ribu Siap Mengaspal di Thailand

Dalam kunjungannya ke LAMR, LAMR Kawasan Mandau dan Kecamatan Mandau mengadukan berbagai persoalan salah satunya mengenai pengelolaan limbah B3 eks PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).

Syahril Abubakar mengatakan, LAMR segera menghadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) Datuk Seri Setia Amanah Negara untuk menyampaikan persoalan pengelolaan limbah B3 di Provinsi Riau ini.

“Kami akan membawa elemen-elemen di daerah untuk bersama-sama menghadap Presiden,” kata  Syahril.

LAMR juga meminta pihak Departemen Keuangan RI melakukan moratorium dan mendudukkan dulu persoalan pengelolaan limbah B3 ini bersama daerah dalam hal ini bersama Pemerintah Daerah, DPRD, dan LAMR dan masyarakat adat.

Menurut Syahril, jika daerah melalui perusahaan yang ada baik perusahaan daerah (BUMD) atau Badan Usaha Milik Adat (BUMA) yang dibentuk LAMR diberi kesempatan mengelola limbah ini akan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), menciptakan lapangan kerja, dan akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Apalagi hari ini daerah tergerus anggarannya.

Baca Juga:  Jadi Pusat Rujukan Jantung di Sumatera

“Omzet TTM hampir Rp8-10 triliun berikanlah kepada daerah dan 20 juta metrik ton merupakan racun yang terpendam yang setiap dapat menyerang. Kami masyarakat adat yang akan menjadi korban karena limbah-limbah itu ada di kampung dan tanah-tanah ulayat kita,” ujarnya.

Syahril juga menyebutkan mengenai persoalan besi tua (scrab) eks PT CPI di Mandau dan sekitarnya yang mempunyai nilai ekonomi dilelang oleh Direktorat Jendral Keuangan Negara (DJKN). Persoalannya, di samping nilai lelang periode ini di atas Rp5 miliar (Rp12 miliar) di mana aturannya harus memakai perusahaan berbadan hukum, namun pada kenyataannya dimenangkan oleh orang pribadi. 

Selain itu, disinyalir besi tua yang dikeluarkan dari CPI tersebut tidak sesuai bahkan melebihi tonase dari daftar list yang dilelang. Syahril meminta kepada pihak PT CPI dan pemerintah untuk menyerahkan kewenangan pengangkutan dan penjualan besi tua ini kepada daerah dan ninik mamak masyarakat adat tempatan.

Editor: Hary B Koriun

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari

spot_img

Bahas Pengelolaan Limbah B3,  LAMR Segera Menghadap Presiden

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) mendesak pemerintah memberi kesempatan kepada daerah untuk mengelola limbah B3 baik padat maupun cair, tanah terkontaminasi minyak (TTM) dan lain-lain di Provinsi Riau sehingga benar-benar bisa dimanfaatkan untuk daerah dan masyarakat adat tempatan.

“Serahkanlah persoalan pengelolaannya kepada daerah, kami (daerah, red) sanggup mengelolanya. Intinya pemerintah atau presiden, limpahkan ini ke daerah, pajak, royalti dan lain-lain ke negara tetap dibayar. Tidak perlu semuanya diambil Jakarta. Jangan sampai limbah pun daerah tidak diberi kesempatan mengelolanya,” kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR Datuk Seri Syahril Abubakar, di Balai Adat Melayu Riau, Rabu (11/11/2020).

Dalam hal ini juga termasuk penggantian pipa 400-500 km eks Chevron di mana disinyalir PT Pertamina maupun PT Pertamina Gas (Pertagas) tidak memandang masyarakat adat.

“Mereka membagi-bagi proyek dan kegiatan di negeri kami, tanpa assamualaikum atau kulonuwun. Kami ingatkan kepada perusahaan tersebut, negeri ini ada tuannya, negeri ini negeri beradat, dan itu dilindungi oleh undang undang,” tegas  Syahril Abubakar dalam siaran pers yang diterima Riaupos.co.

Sehari sebelumnya, Selasa (10/11/2020), Syahril bersama sejumlah pengurus LAMR antara lain Timbalan Ketua Umum DPH LAMR Datuk Asral Rahman, anggota MKA LAMR Datuk Tarlaili, Ketua DPH LAMR Datuk Jonnaidi Dasa, Sekretaris DPH Datuk Mustafa Haris, dan Bendahara DPH LAMR Datuk Anton Suryaatmaja menerima kunjungan silaturahmi Ketua LAMR Kawasan Mandau Datuk H Fakhruddin dan Ketua LAMR Kecamatan Mandau Datuk H Repol beserta  rombongan. 

Baca Juga:  IKPI Samakan Persepsi Konsultan Pajak

Dalam kunjungannya ke LAMR, LAMR Kawasan Mandau dan Kecamatan Mandau mengadukan berbagai persoalan salah satunya mengenai pengelolaan limbah B3 eks PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).

Syahril Abubakar mengatakan, LAMR segera menghadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) Datuk Seri Setia Amanah Negara untuk menyampaikan persoalan pengelolaan limbah B3 di Provinsi Riau ini.

“Kami akan membawa elemen-elemen di daerah untuk bersama-sama menghadap Presiden,” kata  Syahril.

LAMR juga meminta pihak Departemen Keuangan RI melakukan moratorium dan mendudukkan dulu persoalan pengelolaan limbah B3 ini bersama daerah dalam hal ini bersama Pemerintah Daerah, DPRD, dan LAMR dan masyarakat adat.

Menurut Syahril, jika daerah melalui perusahaan yang ada baik perusahaan daerah (BUMD) atau Badan Usaha Milik Adat (BUMA) yang dibentuk LAMR diberi kesempatan mengelola limbah ini akan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), menciptakan lapangan kerja, dan akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Apalagi hari ini daerah tergerus anggarannya.

Baca Juga:  Jadi Pusat Rujukan Jantung di Sumatera

“Omzet TTM hampir Rp8-10 triliun berikanlah kepada daerah dan 20 juta metrik ton merupakan racun yang terpendam yang setiap dapat menyerang. Kami masyarakat adat yang akan menjadi korban karena limbah-limbah itu ada di kampung dan tanah-tanah ulayat kita,” ujarnya.

Syahril juga menyebutkan mengenai persoalan besi tua (scrab) eks PT CPI di Mandau dan sekitarnya yang mempunyai nilai ekonomi dilelang oleh Direktorat Jendral Keuangan Negara (DJKN). Persoalannya, di samping nilai lelang periode ini di atas Rp5 miliar (Rp12 miliar) di mana aturannya harus memakai perusahaan berbadan hukum, namun pada kenyataannya dimenangkan oleh orang pribadi. 

Selain itu, disinyalir besi tua yang dikeluarkan dari CPI tersebut tidak sesuai bahkan melebihi tonase dari daftar list yang dilelang. Syahril meminta kepada pihak PT CPI dan pemerintah untuk menyerahkan kewenangan pengangkutan dan penjualan besi tua ini kepada daerah dan ninik mamak masyarakat adat tempatan.

Editor: Hary B Koriun

 

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) mendesak pemerintah memberi kesempatan kepada daerah untuk mengelola limbah B3 baik padat maupun cair, tanah terkontaminasi minyak (TTM) dan lain-lain di Provinsi Riau sehingga benar-benar bisa dimanfaatkan untuk daerah dan masyarakat adat tempatan.

“Serahkanlah persoalan pengelolaannya kepada daerah, kami (daerah, red) sanggup mengelolanya. Intinya pemerintah atau presiden, limpahkan ini ke daerah, pajak, royalti dan lain-lain ke negara tetap dibayar. Tidak perlu semuanya diambil Jakarta. Jangan sampai limbah pun daerah tidak diberi kesempatan mengelolanya,” kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR Datuk Seri Syahril Abubakar, di Balai Adat Melayu Riau, Rabu (11/11/2020).

Dalam hal ini juga termasuk penggantian pipa 400-500 km eks Chevron di mana disinyalir PT Pertamina maupun PT Pertamina Gas (Pertagas) tidak memandang masyarakat adat.

“Mereka membagi-bagi proyek dan kegiatan di negeri kami, tanpa assamualaikum atau kulonuwun. Kami ingatkan kepada perusahaan tersebut, negeri ini ada tuannya, negeri ini negeri beradat, dan itu dilindungi oleh undang undang,” tegas  Syahril Abubakar dalam siaran pers yang diterima Riaupos.co.

Sehari sebelumnya, Selasa (10/11/2020), Syahril bersama sejumlah pengurus LAMR antara lain Timbalan Ketua Umum DPH LAMR Datuk Asral Rahman, anggota MKA LAMR Datuk Tarlaili, Ketua DPH LAMR Datuk Jonnaidi Dasa, Sekretaris DPH Datuk Mustafa Haris, dan Bendahara DPH LAMR Datuk Anton Suryaatmaja menerima kunjungan silaturahmi Ketua LAMR Kawasan Mandau Datuk H Fakhruddin dan Ketua LAMR Kecamatan Mandau Datuk H Repol beserta  rombongan. 

Baca Juga:  2020, Properti Kelas Atas Bakal Kembali Bergairah

Dalam kunjungannya ke LAMR, LAMR Kawasan Mandau dan Kecamatan Mandau mengadukan berbagai persoalan salah satunya mengenai pengelolaan limbah B3 eks PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).

Syahril Abubakar mengatakan, LAMR segera menghadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) Datuk Seri Setia Amanah Negara untuk menyampaikan persoalan pengelolaan limbah B3 di Provinsi Riau ini.

“Kami akan membawa elemen-elemen di daerah untuk bersama-sama menghadap Presiden,” kata  Syahril.

LAMR juga meminta pihak Departemen Keuangan RI melakukan moratorium dan mendudukkan dulu persoalan pengelolaan limbah B3 ini bersama daerah dalam hal ini bersama Pemerintah Daerah, DPRD, dan LAMR dan masyarakat adat.

Menurut Syahril, jika daerah melalui perusahaan yang ada baik perusahaan daerah (BUMD) atau Badan Usaha Milik Adat (BUMA) yang dibentuk LAMR diberi kesempatan mengelola limbah ini akan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), menciptakan lapangan kerja, dan akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Apalagi hari ini daerah tergerus anggarannya.

Baca Juga:  Lamborghini Aventador ke Sepuluh Ribu Siap Mengaspal di Thailand

“Omzet TTM hampir Rp8-10 triliun berikanlah kepada daerah dan 20 juta metrik ton merupakan racun yang terpendam yang setiap dapat menyerang. Kami masyarakat adat yang akan menjadi korban karena limbah-limbah itu ada di kampung dan tanah-tanah ulayat kita,” ujarnya.

Syahril juga menyebutkan mengenai persoalan besi tua (scrab) eks PT CPI di Mandau dan sekitarnya yang mempunyai nilai ekonomi dilelang oleh Direktorat Jendral Keuangan Negara (DJKN). Persoalannya, di samping nilai lelang periode ini di atas Rp5 miliar (Rp12 miliar) di mana aturannya harus memakai perusahaan berbadan hukum, namun pada kenyataannya dimenangkan oleh orang pribadi. 

Selain itu, disinyalir besi tua yang dikeluarkan dari CPI tersebut tidak sesuai bahkan melebihi tonase dari daftar list yang dilelang. Syahril meminta kepada pihak PT CPI dan pemerintah untuk menyerahkan kewenangan pengangkutan dan penjualan besi tua ini kepada daerah dan ninik mamak masyarakat adat tempatan.

Editor: Hary B Koriun

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari