Oleh : Dahlan Iskan
Saya tidak perlu menulis lagi siapa pemenang pilpres di Taiwan Sabtu lalu –kalah duluan dari pembaca DI’s Way.
Artinya: Beijing kalah lagi.
Maknanya: Amerika selalu menang: di Taiwan, di Korut, di Iran, di Hongkong, dan di Xinjiang.
Pukulan tidak henti-hentinya diarahkan ke Xi Jinping.
Untuk front Timur kini China menghadapi dua persoalan: Hongkong dan Taiwan.
Di Hongkong partai yang pro-Beijing kalah telak. Di pemilu distrik bulan lalu.
Di Taiwan capres Han Guo-yu menyusul kalah telak dari Tsai Ing-wen. Sabtu kemarin.
Jumat malam saya masih hadir di kampanye terbesar Han Guo-yu di Taipei.
Sabtu malam saya hadir juga di kampanye terbesar Tsai Ing-wen. Di lokasi yang sama di Taipei.
Kampanye itu sama besarnya. Lokasi itu sama penuhnya.
Bedanya: kampanye Han Guo-yu dipenuhi orang-orang tua. Dengan bendera Taiwan di tangan mereka.
Kampanye Tsai Ing-wen didominasi anak muda. Tidak satu pun membawa bendera Taiwan.
Sebagian dari mereka memang memegang bendera tapi warna hijau –warna Tsai Ing-wen.
Di tengah masa Ing-wen itu saya melihat sekelompok anak muda yang mencolok. Mereka mengibarkan bendera dengan tongkat yang tinggi: itulah bendera gerakan anti-China di Hongkong. Warnanya hitam.
Mereka juga menggelar spanduk gerakan di Hongkong itu (Lihat foto).
Terlihat sekali apa yang terjadi di Hongkong menular di Taiwan. Lengkap dengan atributnya –yang kelihatannya asli dibawa dari Hongkong.
Saya juga melihat pemandangan lain. Di jalan yang ditutup untuk lalu-lintas dekat lokasi kampanye Ing-wen itu.
Di situ terparkir enam bus kecil. Bus itu didesain khusus. Agar di atapnya bisa untuk berdiri banyak orang.
Saat saya berjalan mengarah ke bus itu terlihat 8 orang berteriak-teriak di atasnya. Salah satunya mengacungkan poster “NO CHINA”.
Saya pun merogoh saku. Mengambil ponsel.
Begitu akan memotretnya ia menurunkan poster itu. Saya tidak mau menyuruhnya mengangkat kembali posternya –itu tidak boleh dilakukan seorang wartawan.
Tapi bus-bus itu bukan bus slintutan. Sikap anti-China di bus itu ditulis terang-terangan –di badan bus. Kalimat-kalimat di badan bus itu ditulis secara permanen.
Itulah bus milik gerakan kemerdekaan Taiwan.
Gerakan itu umurnya sudah sangat tua. Berdiri sejak akhir 1800-an. Yakni ketika Taiwan masih dijajah Jepang.
Gerakan ini menginginkan Taiwan merdeka dari Jepang.
Ketika Jenderal Chiang Kai-shek mendirikan pemerintahan China di Taiwan gerakan ini tetap ingin Taiwan merdeka –kali itu merdeka dari China.
Ketika Chiang Kai-shek menguasai Taiwan pemimpin gerakan itu lari ke Jepang. Mendirikan restoran di Yokohama. Sukses besar. Semua hasilnya ia kirim untuk biaya gerakan kemerdekaan Taiwan.
Ia memutuskan tidak kawin. Sebelum Taiwan merdeka.
Kini ia tidak mungkin kawin lagi –padahal ia sudah sangat sabar untuk tetap hidup. Sampai akhirnya meninggal di umur lebih 100 tahun.
Setelah Tsai Ing-wen menang lagi Sabtu kemarin, beranikah dia menyatakan Taiwan merdeka?
Tidak akan berani.
Tidak akan ada perubahan yang nyata untuk status Taiwan.
Mengapa?
Begitu ada pernyataan resmi Taiwan merdeka detik itu juga akan terjadi perang. China akan langsung menyerangnya. Dari laut dan udara. Juga dari daratan Fujian –yang menghadap ke Taiwan.
Senjata modern dari darat ke ke darat sudah berjajar di dekat pantai Fujian. Di antara kita Xiamen dan Fuzhou. Juga di antara Fuzhou dan Ningbo.
Moncong senjata itu sudah dihadapkan ke Taiwan. Pun sudah diatur. Mana yang menghadap ke Taipei. Mana pula yang menghadap ke Taichung. Atau ke Tainan dan ke Kaoshiung.
Pasukan China selalu dalam keadaan siaga penuh –untuk action di detik yang sama dengan pernyataan merdeka itu.
Bukankah Amerika mendukung penuh Taiwan?
Tidak.
Resminya Amerika hanya mengakui China. Taiwan –kata ahli geopolitik– adalah selingkuhannya yang seksi.
Tapi dengan pasang naiknya gerakan anti-China di Hongkong perasaan yang sama naik pula di Taiwan.
Di Timur China disibukkan oleh Taiwan dan Hongkong. Di Barat disibukkan dengan Xinjiang.
Kini ‘seksi sibuk’ itu mungkin lagi cari cara untuk menambah kesibukan China. Yakni dengan menggerakkan kembali anti-China di Tibet.
Xi Jinping sampai “tidak punya waktu” berangkat ke Washington. Untuk tandatangan perjanjian dagang tahap satu dengan Amerika minggu depan.
Kesibukan-kesibukan China yang baru itu tentu tidak pernah dimimpikan Xi Jinping sebelumnya.
Ketika baru dilantik sebagai Presiden China tujuh tahun lalu Xi Jinping memang punya motto besar: Zhong Meng –mimpi China.
Tentu mimpi yang dimaksud adalah mimpi kejayaan China.
Bukan mimpi ketemu Donald Trump yang menjadi kenyataan sekarang ini.
Atau mimpi ketemu Ing-wen sampai dua kali.
Sumber: Pojoksatu.id
Editor: E Sulaiman