- Pacu Jalur Kurang Publikasi
- Syamsuar - Edy Datangi Gedung KPK
- Mendagri: Syamsuar - Edy Kombinasi Serasi
- Baru Dilantik, Syamsuar Berharap Jokowi Dua Periode
- KPU Pastikan Jokowi Tak Pakai Earpiece
- Terapkan Pelayanan Berbasis Digital
- Bawaslu Kaji Laporan BPN
- Tiga Kabupaten Mulai Terbakar, Syamsuar: Kami Bisa Mengatasi
- Syamsuar: Siak Bisa, Insyaallah Riau juga Bisa Maju
- Hari Ini, Komisioner KPU Riau Dilantik
- Jokdri Akui Menyuruh Anak Buah Rusak Barang Bukti
- Nomor 7 Kembali Beradu
- Sidang PLTU Riau 1, Eni Minta Belas Kasihan Hakim
- Riau Siaga Darurat Penanggulangan Bencana Karhutla
- Menembak Bisa Jadi Lumbung Medali
Ketua PA 212 Tersangka, Gerindra: Hukum Berat Sebelah

BACA JUGA
JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kepolisian Resort Surakarta, Jawa Tengah menetapkan Ketua Presiden Alumni (PA) 212 Slamet Ma’arif sebagai tersangka dugaan pelanggaran jadwal kampanye Pilpres 2019.
Slamet dijerat dengan pasal kampanye di luar jadwal. Hal itu karena dia berorasi soal 2019 Ganti Presiden ketika Tabligh Akbar 212 Solo Raya pada 13 Januari 2019 lalu di Kota Solo.
Penetapan tersangka terhadap Slamet menuai kritik dari Sekretaris Jenderal DPP Gerindra Ahmad Muzani. Dia menilai kasus itu karena ketua PA 212 berada dalam barisan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo - Sandiaga.
"Sekarang sudah mulai bahwa orang-orang yang berpotensi mendulang suara di lingkaran BPN mulai digerus satu per satu. Ada Ahmad Dhani, sekarang Slamet Ma’arif, mungkin nanti siapa dan seterusnya," ucap Muzani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (11/2).
Perlakuan aparat penegak hukum terhadap wakil ketua BPN itu menurutnya berbeda dengan orang-orang yang berada di barisan penguasa. Padahal sudah banyak laporan ke polisi dari pihak BPN.
"Sementara mereka sepertinya timnya baik-baik, bersih-bersih tidak ada kesalahan. Laporan kami juga diangap tidak ada bukti hukum, sehingga tidak perlu dipanggil-panggil, dimintai keterangan," kata Muzani.
Wakil Ketua MPR itu menyebut sejumlah laporan yang tidak digubris polisi. Salah satunya soal pengancaman terhadap Waketum Gerindra Fadli Zon. Setidaknya ada 8 laporan polisi yang dibuat pimpinan DPR itu.
"Banyak sekali laporan-laporan kami, tapi sepertinya tak pernah dianggap cukup bukti. Tapi kita yang dilaporkan, cukup bukti. (Ini) bukan ketimpangan lagi, itu namanya (hukum) berat sebelah," tandasnya.(fat)