- Aklamasi, Ilham M Yasir Ketua KPU Riau
- Fahmi : Hammock Camp Keren!
- Relawan Muda Prabowo Dapat Wejangan Anwar Ibrahim
- Danau Buatan Potensi Wisata Terabaikan
- Ribuan Pengunjung Hadiri Hammock Camp
- Sebut Riau Masa Depan Indonesia
- Guru Besar IPB: Jangan Politisasi Status Siaga Karhutla
- Rekrutmen 4.100 Petugas Haji
- Yakin Bisa Bungkam Vietnam
- Karhutla Menjalar ke Dekat Permukiman
- Tetapkan Passing Grade Kelulusan Tes
- Hotel Tasia Ratu Terbakar
- Pohon Pelindung Diduga Sengaja Dimatikan
- KSP RI : Riau Masa Depan Indonesia, Jawa Masa Lalu
- Mantan Kacab Divonis 16 Bulan Penjara
Legislator Muslim, Antitesis Politik Ketakutan

WASHINGTON (RIAUPOS.CO) - Assalamualaikum. Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah... Kata-kata itu berulang-ulang meluncur dari bibir Ilhan Omar. Hari itu dia terpilih menjadi anggota House of Representatives. Dia mewakili Distrik 5 Negara Bagian Minnesota.
Di negara adidaya seperti Amerika Serikat, kata-kata yang Omar ucapkan itu jarang terdengar. Sebab, umat muslim menjadi bagian dari kaum minoritas di sana. Tapi, itu tidak membuat perempuan 37 tahun tersebut takut. Di hadapan banyak orang sekalipun, dia mengucapkan kata berbahasa Arab itu dengan lantang.
”Saya berdiri di depan Anda semua sambil memanggul banyak gelar,” ujarnya menurut Washington Post. Namun, kalimat pertamanya tak mengganggu euforia yang terjadi Selasa malam (6/10). Gelar yang dia maksud adalah rekor yang mengikuti kemenangannya dalam pemilu sela lalu.
Omar merupakan perempuan muslim pertama yang duduk di kongres sebagai bagian dari House of Representatives mewakili Minnesota. Dia adalah imigran pertama yang menjadi legislator pusat. Jika merujuk pada masa kecilnya di Kenya, dia juga adalah pengungsi pertama yang jadi politikus AS.
Omar memang layak merayakan kemenangannya. Sebab, dia terpilih sebagai legislator perempuan muslim pertama justru saat AS dipimpin presiden yang gemar menyeragamkan masyarakatnya. Di bawah Presiden Donald Trump, kaum minoritas terintimidasi berbagai sentimen. Mulai politik ketakutan sampai paham anti-imigran.
Namun, semua itu tidak membuat Omar gentar. Saat berkampanye pun, dia tidak sedikit pun menutupi identitasnya sebagai muslimah dan imigran. Istilah berbahasa Arab pun tetap dia pakai. Ciri itu tidak berubah saat dia berhadapan dengan komunitas kulit putih di distrik yang diwakilinya.
”Saat menyaksikan ketidakadilan, Anda harus melawan. Bukannya malah bersedih atau takut,” ujar Omar kepada People. Prinsip itu, menurut dia, diajarkan turun-temurun dalam keluarganya dari sang kakek.
Omar selalu menitikberatkan kampanyenya pada harapan, keberanian, dan impian Amerika. Dia mengingatkan takdir AS sebagai tanah kebebasan dan keadilan bagi seluruh warga dunia yang tertindas. ”Sekitar 23 tahun lalu, saya belajar tentang semua itu dari kamp penampungan imigran,” tegasnya.(bil/c10/hep/jpg)